Laman

Kamis, 06 Januari 2011

OBAT TRADISIONAL TERBAIK UNTUK KANKER

________________________________________
OBAT TRADISIONAL UNTUK KANKER TERKINI DAN TERBAIK

http://uniqpost.com/8337/

Inilah Obat Kanker Paling Ampuh yang Disembunyikan Bertahun-tahun

Posted by dimazm on October 20, 2010 in u-Health • 35 Comments
Buat Kalian Yang Suka Tulisan Uniqpost , Jangan Lupa Like uniqpost fan
page ! Klik disini

Selama ini kita tahu bahwa kanker hanya bisa diobati dengan terapi kemo.
Namun tampaknya persepsi ini harus dihapus dan dibuang sejauh-jauhnya.
Kenapa? Karena sebenarnya ada obat alami untuk membunuh sel kanker yang
kekuatannya SEPULUH RIBU KALI LIPAT lebih ampuh dibanding terapi kemo.
Obat alami ini adalah buah yang familiar dengan orang Indonesia.

Tapi kenapa kita tidak tahu ?

Karena salah satu perusahaan Dunia merahasiakan penemuan riset mengenai
hal ini serapat2nya, mereka ingin dana riset yang di keluarkan sangat
besar, selama bertahun-tahun, dapat kembali lebih dulu plus keuntungan
berlimpah dengan cara membuat pohon Graviola Sintetis sebagai bahan baku
obat dan obatnya di jual ke pasar dunia…

Memprihatinkan, beberapa orang meninggal sia2, mengenaskan, karena
keganasan kanker, sedangkan perusahaan raksasa, pembuat obat dengan omzet
milyaran dollar menutup rapat2 rahasia keajaiban pohon graviola ini.

Pohonnya rendah, di brazil dinamai “Graviola”, di Spanyol “Guanabana”
bahasa inggrisnya “soursop”. Di Indonesia, ya buah sirsak. Buahnya berduri
lunak, daging buah berwarna putih, rasanya manis2 kecut/asam, dimakan
dengan cara membuka kulitnya atau di buat jus.

Khasiat dari buah sirsak ini memberikan effek anti tumor/kanker yang
sangat kuat, dan terbukti secara medis menyembuhkan segala jenis kanker.
Selain menyembuhkan kanker, buah sirsak juga berfungsi sebagai anti
bakteri, anti jamur (fungi), efektif melawan berbagai jenis
parasit/cacing, menurunkan tekanan darah tinggi, depresi, stress, dan
menormalkan kembali system syaraf yang kurang baik.

Salah satu contoh betapa pentingnya keberadaan Health Science Institute
bagi orang2 amerika adalah institute ini membuka tabir rahasia buah ajaib
ini. Fakta yang mencengangkan adalah : jauh dipedalaman hutan amazon,
tumbuh “pohon ajaib”, yang akan merubah cara berpikir anda, dokter anda,
dan dunia mengenai proses penyembuhan kanker dan harapan untuk bertahan
hidup. Tidak ada yang bisa menjanjikan lebih dari hal ini, untuk masa2
yang akan datang.

Riset membuktikan “pohon ajaib” dan buahnya ini bisa :
• Menyerang sel kanker dengan aman dan efektif secara alami, Tanpa rasa
mual, berat badan turun, rambut rontok, seperti yang terjadi pada terapi
kemo.
• Melindungi sistim kekebalan tubuh dan mencegah dari infeksi yang mematikan.
• Pasien merasakan lebih kuat, lebih sehat selama proses perawatan /
penyembuhan.
• Energi meningkat dan penampilan fisik membaik.

Sumber berita sangat mengejutkan ini berasal dari salah satu pabrik obat
terbesar di Amerika. Buah Graviola di-test di lebih dari 20 Laboratorium,
sejak tahun 1970-an sampai beberapa tahun berikutnya. Hasil test dari
ekstrak ( sari ) buah ini adalah
• Secara efektif memilih target dan membunuh sel jahat dari 12 tipe kanker
yang berbeda, diantaranya kanker : Usus Besar, Payu Dara, Prostat, Paru2,
dan Pankreas.
• Daya kerjanya 10.000 kali lebih kuat dalam memperlambat pertumbuhan sel
kanker dibandingkan dengan Adriamicin dan Terapi Kemo yang biasa di
gunakan.
• Tidak seperti terapi kemo, sari buah ini secara selektif hanya memburu
dan membunuh sel2 jahat dan TIDAK membahayakan/ membunuh sel2 sehat.

Riset telah di lakukan secara ekstensive pada pohon “ajaib” ini, selama
bertahun-tahun tapi kenapa kita tidak tahu apa2 mengenai hal ini ?
jawabnya adalah : begitu mudah kesehatan kita, kehidupan kita,
dikendalikan oleh yang memiliki uang dan kekuasaan.

Salah satu perusahaan obat terbesar di Amerika dengan omzet milyaran
dollar melakukan riset luar biasa pada pohon Graviola yang tumbuh dihutan
Amazon ini. Ternyata beberapa bagian dari pohon ini : Kulit kayu, akar,
daun, daging buah dan bijinya, selama berabad-abad menjadi obat bagi suku
Indian di Amerika selatan untuk menyembuhkan : sakit jantung, asma,
masalah liver (hati) dan reumatik. Dengan bukti2 ilmiah yang minim,
perusahaan mengucurkan dana dan sumber daya manusia yang sangat besar guna
melakukan riset dan aneka test. Hasilnya sangat mencengangkan. Graviola
secara ilmiah terbukti sebagai mesin pembunuh sel kanker.

Tapi… kisah Graviola hampir berakhir disini. Kenapa?

Dibawah undang2 federal, sumber bahan alami untuk obat DILARANG / TIDAK
BISA dipatenkan.

Perusahaan menghadapi masalah besar, berusaha sekuat tenaga dengan biaya
sangat besar untuk membuat sinthesa/cloning dari Graviola ini agar bisa di
patenkan sehingga dana yang di keluarkan untuk riset dan aneka test bisa
kembali, dan bahkan meraup keuntungan besar. Tapi usaha ini tidak
berhasil. Graviola tidak bisa di-kloning. Perusahaan gigt jari setelah
mengeluarkan dana milyaran dollar untuk riset dan aneka test.

Ketika mimpi untuk mendapatkan keuntungan lebih besar ber-angsur2 memudar,
kegiatan riset dan test juga berhenti. Lebih parah lagi, perusahaan
menutup proyek ini dan memutuskan untuk TIDAK mempublikasikan hasil riset
ini.

Beruntunglah, ada salah seorang Ilmuwan dari team riset tidak tega melihat
kekejaman ini terjadi. Dengan mengorbankan karirnya, dia menghubungi
sebuah perusahaan yang biasa mengupulkan bahan2 alami dari hutan amazon
untuk pembuatan obat.

Ketika para pakar risetdari Health Science Institute mendengar berita
keajaiban Graviola, mereka mulai melakukan riset. Hasilnya sangat
mengejutkan. Graviola terbukti sebagai pohon pembunuh sel kanker yang
efektif.

The National Cancer Institute mulai melakukan riset ilmiah yang pertama
pada tahun 1976. hasilnya membuktikan bahwa daun dan batang kayu Graviola
mampu menyerang dan menghancurkan sel2 jahat kanker. Sayangnya hasil ini
hanya untuk keperluan intern dan tidak di publikasikan.

Sejak 1976, Graviola telah terbukti sebagai pembunuh sel kanker yang luar
biasa pada uji coba yang di lakukan leh 20 Laboratorium Independence yang
berbeda.

Suatu studi yang di publikasikan oleh The Journal of Natural Products
meyatakan bahwa studi yang dilakukan oleh Catholic University di korea
selatan, menyebutkan bahwa salah satu unsure kimia yang terkandung di
dalam Graviola, mampu memilih, membedakan dan membunuh sel kanker Usus
Besar dengan 10.000 kali lebih kuat dibandingkan dengan adriamicin dan
Terapi Kemo.

Penemuan yang paling mencolok dari study Catholic University ini adalah :
Graviola bisa menyeleksi memilih dan membunuh hanya sel jahat kanker,
sedangkan sel yang sehat tidak tersentuh/terganggu . Graviola tidak
seperti terapi kemo yang tidak bisa membedakan sel kanker dan sel sehat,
maka sel2 reproduksi (seperti lambung dan rambut) dibunuh habis oleh
terapi kemo, sehingga timbul efek negatif : rasa mual dan rambut rontok.

Sebuah studi di Purdue University membuktikan bahwa daun Graviola mampu
membunuh sel kanker secara efektif, terutama sel kanker : prostate,
pancreas, dan Paru2.

Setelah selama kurang lebih dari 7 tahun tidak ada berita mengenai
Graviola, akhirnya berita keajaiban ini pecah juga, melalui informasi dari
lembaga2 tersebut di atas.

Pasokan terbatas ekstrak Graviola yang di budidayakan dan di panen oleh
orang2 pribumi Brazil, kini bisa di peroleh di Amerika.

Sirsak mempunyai manfaat yang sangat besar dalam pencegahan dan
penyembuhan penyakit kanker.

Untuk pencegahan:
disarankan makan atau minum jus buah sirsak.

Untuk penyembuhan:
- 10 buah daun sirsak yang sudah tua (warna hijau tua) dicampur ke dalam 3
gelas air dan direbus terus hingga menguap
dan air tinggal 1 gelas saja.
- Air yang tinggal 1 gelas diminumkan ke penderita setiap hari 2 kali.
- Setelah minum, efeknya katanya badan terasa panas, mirip dengan efek
kemoterapi.

Dalam waktu 2 minggu, hasilnya bisa dicek ke dokter, katanya cukup
berkhasiat.
Daun sirsak ini katanya sifatnya seperti kemoterapi,
bahkan lebih hebat lagi karena daun sirsak hanya membunuh sel sel yang
tumbuh abnormal
dan membiarkan sel sel yang tumbuh normal.

Sedangkan kemoterapi masih ada efek membunuh juga sebagian sel sel yang
normal.

Sekarang anda tahu manfaat buah sirsak yang luar biasa ini. Rasanya manis2
kecut menyegarkan. Buah alami 100% tanpa efek samping apapun.Sebar luaskan
kabar baik ini kepada keluarga, saudara, sahabat,dan teman yang anda
kasihi.

Kisah lengkap tentang Graviola, dimana memperolehnya, dan bagaimana cara
memanfaatkannya, dapat di jumpai dalam Beyond Chemotherapy : New Cancer
Killers, Safe as Mother’s Milk, sebagai free special bonus terbitan Health
Science Institute.


__._,_.___
====================================
Media Komunikasi Alumni Dan Anggota
Asrama Mahasiswa Bali Tirtha Gangga Surabaya
Jl. Kertajaya X/6 Surabaya, Telp.(031)5019381
====================================

RANCANGAN PENGKAJIAN DEPRESI LANSIA

RANCANGAN PENGKAJIAN PADA AGGREGAT LANSIA DENGAN DEPRESI APLIKASI MODEL COMMUNITY AS PARTNER DI KELURAHAN TUGU KOTA DEPOK

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Aplikasi Keperawataan Komunitas Lanjut II
Oleh
I Wayan Suardana
NPM : 0906594362



PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wujud nyata dari keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia dapat dilihat dari makin meningkatkan rata-rata umur harapan hidup penduduk Indonesia, yang berdampak pada makin banyaknya jumlah lanjut usia pada populasi penduduk Indonesia. Lanjut usia adalah mereka yang berumur 60 tahun atau lebih ( UU NO 13 tahun 1998). Jumlah usia lanjut di Indonesia pada tahun 1985 sekitar 7% dari populasi atau sekitar 10 juta orang, angka ini meningkat menjadi 9 % pada tahun 1995 atau dengan estimasi sebesar 15 juta orang. Angka tersebut meningkat menjadi 11 % pada tahun 2005 dan pada tahu 2010 diperkirakan 12 % penduduk Indonesia ( 22 juta) jiwa termasuk kelompok lanjut usia (Susenas,2007).
Meningkatnya umur harapan hidup, sekitar 48 tahun pada tahun 1965, menjadi sekitar 68 tahun pada tahun 2005, di satu pihak merupakan prestasi, namun dilain pihak menjadi tantangan yang sangat besar dari semua pihak baik secara ekonomi, sosial, budaya maupun kesehatan. Tantangan terbesar dalam keperawatan terkait dengan lanjut usia adalah upaya mempertahankan agar lansia tetap sehat baik secara fisik, psikologis dan sosial serta tetap bisa produktif sesuai dengan kapasitasnya, walaupun meninggal maka diharapkan lansia dapat meninggal dengan tenang.
Lansia merupakan makhluk hidup, yang secara alamiah akan melalui siklus kehidupan berupa proses menua. Proses menua merupakan proses alami yang terjadi pada seluruh system, yang ditandai dengan berubahnya atanomi yang berdampak pada makin menurunnya fungsi dari setiap organ dalam system tubuh tersebut. Proses menua pada setiap manusia sangat berbeda, ada yang lambat dan fisiologis dan ada pula yang cepat dan bersifat patologis. Penurunan fisik, fisiologis mental dan sosial secara langsung maupun tidak langsung yang tidak diantisipasi dengan baik akan dapat menimbulkan masalah. Masalah fisik yang muncul dapat berkembang menjadi masalah lain seperti masalah ekonomi, sosial, budaya dan masalah psikologis. Masalah psikologis yang saat ini sering ditemukan pada lansia, namun senantiasa terabaikan adalah depresi. (Darmojo & Martono,1998).
Masalah psikologis dapat berkembang dari masalah psikologis ringan hingga berkembang menjadi neurosis hingga depresi. Depresi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya isolasi sosial, gangguan konsep diri dan yang lebih berat dapat menjadi penyebab perilaku bunuh diri (Stuart & Laria,1998).
Depresi terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius. Studi epidemiologi tentang depresi diantara lansia komunitas melaporkan tingkat yang sangat bervariasi mulai 2 hingga 44 %. Gejala- gejala depresi dialami hamper 5-10% dari semua orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Gejala depresi muncul akibat keterlambatan penyesuaian terhadap kehilangan baik pekerjaan, penghasilan, pasangan hidup, kemampuan fungsi fisik dan melemahnya silaturahmi dengan keluarga (Stanley&Beare,2006;Tuty,2007)).
Sejauh ini prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15%. Dari Laporan Meta analisis dari penelitian-penelitian di dunia didapatkan prevalensi rata-rata depresi pada lansia sebesar 13,5% dengan perbandingan wanita dan pria 14,1:8,6. (Dahrmono,2007). Menurut Widnya (2007) pada tahun 2020 diperkirakan lansia yang mendeita depresi akan terus meningkat sebagai dampak dari berbagai masalah dunia. Depresi banyak ditemukan pada lansia yang hidup sendiri, menderita penyakit kronis dan secara ekonomi sangat kurang. Lansia yang menderita depresi memiliki risiko bunuh diri, seperti dialami oleh lansia di Amerika, Australia maupun Indonesia (Martina,2002 dalam Aryani 2008).Dengan demikian, perlu kiranya dilakukan asuhan keperawatan komunitas untuk mampu mengkaji dan memberikan penanganan pada kasus-kasus depresi dimasyarakat dengan menggunakan pendekatan Community As Partner sebagai pengkajian keperawatan komunitas dalam rangka praktek aplikasi mahasiswa Program Studi Pascasarjana Kekhususan Keperawatan Komunitas di Kelurahan Tugu Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Penggunaan Model Community as Partner didasarkan pada analisis, bahwasanya Model Coomunity as Partner merupakan model yang komprehensif, sederhana dan mudah dipahami.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tentang timbulnya risiko depresi pada lansia dengan pendekatan model Community As Partner di Kelurahan Tugu Depok.
2. Tujuan Khusus
a. Menyusun rancangan pengkajian terkait lansia yang berisiko mengalami depresi dengan pendekatan model Community As Partner.
b. Menyusun instrumen pengkajian pada lansia yang berisiko mangalami depresi dengan pendekatan model Community As Partner.
c. Melakukan pengkajian dengan pendekatan model Community As Partner.
d. Mengetahui masalah yang dialami dan kebutuhan yang diperlukan bagi lansia dengan risiko depresi .
e. Dapat memprioritaskan masalah yang terjadi sehingga dapat mengambil keputusan untuk menanggulanginya.
f. Dapat membuat rancangan kegiatan yang sesuai dalam rangka memecahkan masalah keperawatan yang ada.

C. Ruang Lingkup Pengkajian
Ruang lingkup pengkajian dengan menggunakan model Community As Partner pada aggregat lansia dengan risiko mangalami depresi . Pengkajian yang dilakukan adalah terhadap inti komunitas dan delapan subsistemnya. Inti komunitas yaitu demografi, etnis, kepercayaan dan statistik vital yang dikaitkan dengan aggregat. Subsistem yang dikaji meliputi lingkungan fisik lansia , pelayanan kesehatan sosial untuk lansia, transportasi dan keamanan, politik dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi.

















BAB II
MODEL PENGKAJIAN

A. DEFINISI AGREGAT
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
a. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
B. TEORI DEPRESI
Depresi merupakan gangguan afektif yang ditandai dengan adanya mood yang sedih, hilang minat dan mudah putus asa ( Stuart and Laria, 1997;2002). Individu yang terkena depresi pada umumya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik dan sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilang semangat kerja, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan menurunnya daya tahan.
1) Gejala fisik; gangguan pola tidur ( sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit), menurunnya tingkat aktifitas, menurunya efisiensi kerja, menurunnya produktifitas kerja, mudah merasa letih dan sakit
2) Gejala psikis ; a) kehilangan percaya diri penyebabnya orang tersebut cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri. b) Sensitif : orang yang mengalami depresi sering memandang peristiwa netral dipandang dari sudut pandang yang berbeda, bahkan disalah artikan akibatnya mudah tersinggung,mudah marah, perasa, curiga, mudah sedih, murung dan lebih suka menyendiri. c) Merasa dirinya tidak berguna : Perasaan tidak berguna karena merasa menjadi orang gagal terutama dibidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai. d) Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang mengalami depresi. Mereka memendang sesuatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat kegagalan melaksanakan tanggungjawab yang dikerjakan. e) Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dilaminya.
3) Gejala Sosial : Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja, atasan, bawahan. Masalah bisa berbentuk konflik, minder, malu, cemas jika berada diantara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalani hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.


Tingkatan depresi
DepKes RI (1993) membagi episode depresif menjadi 3 variasi : ringan, sedang, berat
a. Depresi ringan
Suasana perasaan ( mood) yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala dari depresi yang paling khas dan sekurang-kurangnya dua hari ditambah gejala lazim lainnya : konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri dan bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan kurang
b. Episode depresif sedang
Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala paling khas yang ditentukan untuk epidode depresi ringan, ditambah sekurang-kurangnya tiga ( dan sebaiknya 4) gejala lainnya. Individu dengan depresif taraf sedang biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
c. Episode depresif berat tanpa gejala panik
Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok dan bunuh diri mungkin bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat. Selama episode depresi berat, sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegitan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas.


C. MODEL PENGKAJIAN
Pengkajian komunitas merupakan suatu upaya untuk menganal masyarakat, karena masyarakat merupakan mitra yang berkontribusi terhadap keseluruhan asuhan keperaatan komunitas. Tujuan pengkajian komunitas adal untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap keseluruhan proses baik faktor yang memperlemah maupun yang memperkuat agar dapat mengembangkan strategi promosi kesehatan ( Andeson dan Mc Farlane,2000). Informasi yang didapatkan dalam pengkajian dapat digunakan sebagai informasi untuk perubahan dan pemberdayaan ( Hancock dan Minkler, 1997 dalam Anderson dan Mc Farlane,2000).
Berdasarkan pada model pendekatan dari Neuman, 1972 dalam Anderson dan Mc Farlane, 2000, model komunitas sebagai klien telah dikembangkan menjadi suatu model yang diberi nama dengan model komunitas sebagai partner. Model ini memberi penekanan pada filosofi yang mendasari perawatan kesehatan utama. Model komunitas sebagai partner, terdapat dua fokus sentral, yaitu fokus pada komunitas sebagai partner (direpresentasikan oleh roda pengkajian komunitas pada bagian atas, yang menggabungkan orang-orang dari komunitas sebagai inti) dan penggunaan proses keperawatan.
Inti dari roda pengkajian merepresentasikan orang-orang yang menyusun komunitas. Yang termasuk dalam inti adalah demografis dari populasi, serta nilai-nilai, kepercayaan, dan sejarahnya. Orang-orang dari komunitas, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh delapan subsistem dari komunitas. Subsistem-subsistem ini adalah: lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintah, layanan kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi, dan rekreasi (Anderson & McFarlane, 2000 ).
Penerapan model Commmunity as Partner dalam pengkajian populasi/aggregat lansia dengan masalah risiko terjadi depresi adalah:
1. Inti Komunitas
a. Sejarah
Data yang dikaji adalah sejarah terbentuknya kelurahan tugu, dan data terkait sejarah terjadinya atau ditemukannya penyakit depresi pada lanjut usia. Termasuk di dalamnya adalah data riwayat keluarga yang menderita depresi atau penyakit gangguan jiwa lainnya.
Metoda yang digunakan dalam mencari data ini adalah literatur review dari laporan Puskesmas dan data dari pihak RW, pemuka masyarakat serta kader.
b. Demografi dan Etnik
Data yang dikaji antara lain umur, jenis kelamin, ras, etnik terutama kelompok lansia dan khususnya lansia penderita depresi.
c.Vital Statistik
Angka kesakitan meliputi jumlah penderita depresi. Angka Kematian meliputi jumlah kematian bunuh diri atau akibat menarik diri dan diabaikan oleh keluarga.
c. Etnisitas
Gaya hidup kelompok masyarakat terutama dalam pola komunikasi, hubungan antar individu, bentuk keluarga, dukungan antar keluarga. Sumber data dari orang pemuka masyarakat, tenaga kesehatan, observasi dan pihak RW.
d. Nilai-nilai dan Kepercayaan
Agama, nilai dan kepercayaan yang dianut oleh keluarga terkait makna hidup, dukungan keluarga terhadap lanjut usia., warisan budaya/ pola kebiasaan serta stigma masyarakat/ keluarga terhadap pengabaian orang tua.
Sumber dari orang tua, kepala keluarga dan pemuka masyarakat. dengan metoda kuisioner.

2. Sub Sistem
a. Lingkungan fisik
Hal-hal yang dikaji meliputi status rumah, type rumah, keadaan atau kondisi rumah termasuk kepadatan, ventilasi, pencahayaan, dan kebersihan, keamanan, kesesuaian dengan kondisi lansia. Kondisi lingkungan, terutama sosial yang tidak baik dapat menjadi pemicu timbulnya depresi. Sumber data dari kepala keluarga dan lingkungan dengan menggunakan metode wawancara dan observasi.
b. Pelayanan Sosial dan Kesehatan
Dukungan pelayanan sosial seperti tunjangan khusus untuk lanjut usia. Kepemilikan kartu jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan baik di dalam maupun di luar komunitas seperti RS, Praktik dokter, bidan, perawat ; Puskesmas dan Pelayanan kesehatan khusus ( Posyandu lansia, ) dapat menjadi pendukung untuk proses penyembuhan depresi. . Data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut :
• Struktur organisasi
• Pelayananya (waktu, ongkos, rencana kerja)
• Sumber daya (tenaga, tempat, dana, perencanaan)
• Karakteristik pemakai (penyebaran geografi, gaya hidup, sarana transportasi)
• Kecukupan dan keterjangkauan oleh pemakai dan pemberian pelayanan



c. Ekonomi
Karakteristik rata – rata pendapatan lansia secara khusus dan keluarga serta karakteristik pekerjaan baik lansia maupun keluarga. Alokasi penggunaan pendapatan. Pendapatan yang rendah merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya depresi.
Sumber data dari responden melalui metode kuisioner.
d. Transportasi dan keamanan/ keselamatan
Hal yang dikaji meliputi transportasi mencapai fasilitas kesehatan dan sosial. Kemudahan mencapai akses kesehatan, dan kemudahan mendapat sumber makanan. Sumber data dari responden, metode yang digunakan adalah kuesioner dan Winshield Survey.
e. Politik dan Pemerintahan
Apakah masyarakat terlibat dalam pembuatan keputusan dalam mengatasi masalah, penyusunan program di masyarakat khususnya dalam penanganan depresi pada lanjut usia. Adakah bantuan dari pemerintah atau swasta dalam mengatasi masalah penanggulangan depresi pada lansia.. Sumber data dari tokoh masyarakat dan Puskesmas melalui metode wawancara.

f. Komunikasi
Pola komunikasi antar anggota keluarga. Pola komunikasi antar pengurus RT/RW dengan warga khususnya lanjut usia. Media komunikasi apa yang digunakan keluarga dalam memperoleh informasi tentang depresi pada lanjut usia. Pola komunikasi merupakan hal yang sangat penting, karena komunikasi dapat menjadi penyebab dan sekaligus solusi dari masalah depresi. Sumber data dari responden menggunakan metode observasi, wawancara dan kuisioner.

g. Pendidikan
Tingkat pendidikan kelompok lansia, sangat mempengaruhi dalam tranformasi perikau dalam upaya mengatasi depresi.

h. Rekreasi
Dimana warga bermain ? Apakah tersedia tempat bermain untuk para lanjut usia? Apa saja bentuk rekreasi utama? Fasilitas untuk rekreasi yang terlihat? Apakah cukup membantu untuk memenuhi kebutuhan rekreasi lansia.
Sumber data dari ketua RW, wawancara dengan lansia dan melalui Winshield Survey.

Persepsi Masyarakat
• Bagaimana persepsi masyarakat tentang depresi pada lansia?
• Masalah-masalah? (Tanyakan beberapa orang dari kelompok berbeda misalnya tokoh masyarakat, kader kesehatan, tokoh formal, dan ibu rumah tangga ) tentang program penanggulangan depresi pada lanjut usia, keuntungan dan kerugiannya.
• Bagaimana pengetahuan lansia terhadap pengenalan risiko depresi pada lansia keluarga maupun lansia seperti pengertian, tanda, gejala, penyebab dampak dan pencegahan dan penanganannya.
• Bagaimana sikap keluarga dan masyarakat lanjut usia yang menderita depresi dan berisiko menderita depresi.
















(Model Community as partner dari McFarlane, 2000)



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dengan rancangan deskriptif guna mendapatkan informasi yang luas tetapi tidak mendalam. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan cross sectional yaitu mengamati variabel yang diteliti di suatu populasi pada satu saat (Murti, 2006). Diharapkan dengan dilakukan penelitian ini, jika ditemukan depresi dan faktor-faktor risiko depresi terjadinya dapat ditanggulangi, maka tidak terdapat lansia yang menderita depresi.
B. POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dalam pengkajian keperawatan komunitas ini adalah seluruh lansia di Kelurahan Tugu dari RW 01 sampai dengan RW 11 dengan risiko depresi tahun 2010 sebanyak 5039. Berdasarkan teori, prevalensi depresi pada lansia berkisar antara 5 – 15 % dengan demikian dapat diasumsikan jumlah populasi lansia yang menderita depresi di Kelurahan Tugu adalah 0,05x5039 adalah 252 orang. Dari populasi tersebut selanjutnya dihitung besar sampel dengan menggunakan rumus besar sample.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2006). Teknik pengambilan sampel dengan non-probability sampling yaitu purposive sampling dimana dilakukan karena pertimbangan tertentu. Wilayah yang digunakan adalah RW 01 sampai 11 dengan tingkat kepercayaan 95%, setelah dihitung dengan rumus
Nn= zα2 p (1-p)
d 2


Dari kasus depresi pada lansia diketahui prevalensi 5 % jadi P (0,05)
Z zα2 95% = 1,96
d = 0,05
maka besar sampel yang dibutuhkan adalah sebesar 73,6 orang atau dibukatkan menjadi 74 orang.

C. RENCANA ANALISIS

1. Pre analisa
a) Cleaning : pemeriksaan atas kelengkapan pengisian kuesioner.
b) Editing : pemeriksaan terhadap kejelasan makna jawaban, konsistensi dan relevansi jawaban serta keseragaman satuan pengukuran
c) Coding : pengkalisifikasian data menurut kategori masing-masing jawaban untuk menghindari duplikasi kategori.

2. Analisa Data Kuantitatif
Data yang bersifat kuantitatif yang telah dikelompokkan sesuai kategori dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam tabel dan narasi.
Analisa data deskriptif menggunakan analisis statistik deskriptif univariat, multivariat yaitu dengan mengitung distribusi frekwensi dan proporsinya.
3. Sintesa data
Sintesis adalah gabungan dari elemen-elemen yang terpisah atau bagian-bagian ke dalam suatu kesatuan yang koheren, yang pada akhirnya dapat dirumuskan diagnosis keperawatan komunitas. Setelah data dianalisa secara kuantitatif dan kualitataif, kesimpulan/interpretasi yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai data subyektif dan obyektif dalam merumuskan diagnosis keperawatan komunitas pada kelompok lansia yang berisiko mengalami depresi.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. (2008). Kebijakan Promosi Kesehatan. Hand Out Kuliah. Depok: FIK UI.
Anderson & Mc.Farlane (2000). Community as partner: Theory and practice in nursing. (Third edition). Philadelphia: Lippincot.
Ervin, NF. (2002). Advanced community health nursing : Concept and practice. (5 th ed). Philadelphia: Lippincot. Friedman, Bowden, Jones (2003) Family nursing; research, theory & practice, New Jersey, Prentice Hall.

Husain. (2001). Mengapa harus bunuh diri. Jakarta. Qisti Press.

Keliat (1993). Kedaruratan pada gangguan alam perasaan.Jakarta. Arcan.

Kunjtoro (2002). Dukungan sosial pada lansia. http://www.epsikologi.com/usia diperoleh 13 Maret 2010.

Mustikasi. (2004). Faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri; bunuh diri pada klien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa . Thesis tidak dipulikasikan
Murti, B. (2006). Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta.
Pollit and Hungler. (2005). Nursing research;principle and method. six edition. Philadelpia.Lippincott.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (1996). Community health nursing : Promoting health of agregates, families and individuals. (4 th ed). St.Louis: Mosby, inc.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sopiyudin. (2008). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Jakarta. Sagung Seto.


Surilena.(2005). Fenomena bunuh diri pada masyarakat Indonesia.Majalah kedokteran Atmajaya Vol 4 no 3 September 2005.

Stuart & Laria (1998). Buku saku keperawatan jiwa. Jakarta.EGC


Widnya.(2008). Bunuh diri di Bali perspektif budaya dan lingkungan hidup. Journal Institut Hindu Dharma Negeri. Denpasar.

PERKESMAS BUKAN TUGAS PERAWAT ?????????

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 81/MENKES/SK/I/2004
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
KESEHATAN DI TINGKAT PROPINSI, KABUPATEN/KOTA
SERTA RUMAH SAKIT
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional
berwawasan kesehatan menuju Indonesia Sehat pada Tahun
2010, perlu didukung oleh sumber daya manusia kesehatan
yang berkualitas secara terencana sesuai dengan kebutuhan;
b. bahwa untuk melaksanakan perencanaan sumber daya
manusia kesehatan perlu adanya suatu pedoman yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor : 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor : 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor : 3495);
2. Undang-undang Nomor : 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor : 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3839);
3. Undang-undang Nomor : 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor : 169, Tambahan
Lembaran Negara Nomor : 3637);
4. Undang-undang Nomor : 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
Undang-undang Nomor : 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor : 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3890);
5. Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor :
49, Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3637);
6. Peraturan Pemerintah Nomor : 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor : 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3952);
7. Keputusan Presiden RI Nomor : 87 Tahun 1999 tentang
Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1277/Menkes/SK/V/
2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 850/Menkes/SK/V/
2000 tentang Kebijakan Pengembangan Tenaga Kesehatan
Tahun 2000 – 2010.
M E M U T U S K A N
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN
PENYUSUNAN PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
KESEHATAN DI TINGKAT PROPINSI, KABUPATEN/KOTA
SERTA RUMAH SAKIT.
Kedua : Pedoman Penyusunan Perencanaan dimaksud Diktum Pertama
sebagaimana terlampir dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Pedoman dimaksud Diktum Kedua agar digunakan sebagai acuan
oleh Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota, dan Rumah Sakit
dalam penyusunan perencanaan sumber daya manusia
kesehatan.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal, 13 Januari 2004
MENTERI KESEHATAN
Dr. ACHMAD SUJUDI
Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 81/MENKES/SK/I/2004
Tanggal: 13 Januari 2004
PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN SDM KESEHATAN
DI TINGKAT PROPINSI, KABUPATEN/KOTA
SERTA RUMAH SAKIT
BAB I.
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan di daerah khususnya di Kabupaten dan Kota sangat
ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan peran aktif masyarakat sebagai
pelaku pembangunan tersebut. Oleh karena itu dalam pertemuan Nasional Bupati
dan Walikota se-Indonesia dalam rangka Desentralisasi di bidang kesehatan, tanggal
28 Juli 2000 di Jakarta telah disepakati bahwa peningkatan kualitas sumber daya
manusia di Daerah merupakan prioritas dalam pelaksanaan pembangunan di
daerah.
Hal ini sesuai dengan ramalan seorang ahli dalam bukunya Megatrend 2000 yaitu,
”Terobosan yang paling menggairahkan dari abad ke 21 akan terjadi bukan karena
teknologi, melainkan karena konsep yang meluas dari apa artinya menjadi Manusia”
(John Naisbitt) yang di bidang kesehatan menjadi Sumber Daya Manusia Kesehatan
yang berkualitas.
Mengacu kepada penjabaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah, ditetapkan bahwa kesehatan merupakan bidang pemerintah
yang wajib dilaksanakan oleh daerah Kabupaten dan Kota. Hal ini perlu dipersiapkan
dan secara optimal dilaksanakan agar seluruh potensi dari sektor-sektor-sektor
pembangunan dapat memberi dampak terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010, pembangunan kesehatan di daerah baik
propinsi maupun Kabupaten / Kota ditujukan untuk menciptakan dan
mempertahankan Propinsi, Kabupaten / Kota Sehat dengan menerapkan
Pembangunan Berwawasan Kesehatan.
Untuk mendukung pencapaian visi Indonesia Sehat 2010 tersebut diperlukan SDM
Kesehatan yang bermutu dan merata.
Dalam kaitan ini, kebijakan Pengembangan SDM Kesehatan yang ditetapkan Menteri
Kesehatan Nomor : 850 Tahun 2000 menekankan pentingnya perencanaan SDM
Kesehatan. Demikian pula rencana Strategi Badan PPSDMK menggaris bawahi peran
yang penting dari perencanaan SDM Kesehatan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 004/Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijakan dan
Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan, disebutkan bahwa dalam memantapkan
sistem manajemen SDK Kesehatan perlu dilakukan peningkatan dan pemantapan
perencanaan, pengadaan tenaga kesehatan, pendayagunaan dan pemberdayaan
profesi kesehatan.
Pengelolaan SDM Kesehatan khususnya perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan
selama ini masih bersifat administratif kepegawaian dan belum dikelola secara
profesional, masih bersifat top down dari pusat, belum bottom up (dari bawah),
belum sesuai kebutuhan organisasi dan kebutuhan nyata di lapangan, serta belum
berorientasi pada jangka panjang.
Diharapkan dalam menyusun perencanaan SDM sebaiknya ditetapkan terlebih
dahulu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan di Propinsi, Kabupaten/
Kota untuk mengantisipasi masalah-masalah kesehatan yang mungkin akan terjadi,
karena SDM Kesehatan merupakan bagian tidak terpisahkan dari pelayanan
kesehatan.
Pedoman ini diharapkan dapat pula melengkapi Kepmenkes No. 1457/ Menkes/ SK/
X/2003 tanggal 10 Oktober 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Kesehatan di Propinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit dalam menyusun
perencanaan SDM Kesehatan secara menyeluruh (jangka pendek, menengah, dan
panjang).
I.2. Tujuan
Tujuan pedoman ini adalah untuk membantu Daerah dalam mewujudkan Rencana
Penyediaan dan Kebutuhan SDM Kesehatan di daerahnya.
Pedoman ini meliputi:
1. Pedoman penyusunan rencana penyediaan dan kebutuhan SDM di institusi
pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas).
2. Pedoman penyusunan rencana penyediaan dan kebutuhan SDM Kesehatan di
wilayah (Propinsi, Kabupaten/Kota).
3. Pedoman penyusunan rencana kebutuhan SDM Kesehatan untuk Bencana.
I.3. Pengertian
1. SDM Kesehatan (Sumber Daya Manusia Kesehatan) adalah seseorang yang
bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal
kesehatan maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
dalam melakukan upaya kesehatan.
2. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan formal di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.
3. Kegiatan Standar adalah satu satuan waktu (atau angka) yang diperlukan
untuk menyelesaikan kegiatan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
sesuai dengan standar profesinya.
4. Standar Beban Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang dapat
dilaksanakan oleh seseorang tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun
kerja sesuai dengan standar profesional dan telah memperhitungkan waktu
libur, sakit, dll.
5. Daftar Susunan Pegawai adalah jumlah pegawai yang tersusun dalam
jabatan dan pangkat dam kurun waktu tertentu yang diperlukan oleh organisasi
untuk melaksanakan fungsinya.
6. Analisa Beban Kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan kerja
dengan cara menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan
kapasitas kerja perorangan persatuan waktu.
7. Beban Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh
tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan
kesehatan.
8. Sarana Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.
9. Perencanaan Skenario adalah suatu perencanaan yang dikaitkan dengan
keadaan masa depan (jangka menengah/panjang) yang mungkin terjadi.
10. WISN (Work Load Indicator Staff Need) adalah indikator yang
menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga pada sarana kesehatan berdasarkan
beban kerja, sehingga alokasi/relokasi akan lebih mudah dan rasional.
BAB II
DASAR HUKUM DAN POKOK-POKOK
PERENCANAAN SDM KESEHATAN
II.1. Dasar Hukum
Dasar hukum perencanaan SDM kesehatan adalah sebagai berikut :
1. GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA TAHUN 1999 – 2004
2. Ketetapan MPR no. 4 tahun 1999
3. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 1992 No. 100, Tambahan Lembaran Negara No. 3495);
4. Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1999 No. 60, Tambahan Lembaran Negara No. 3839);
5. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1996 No. 49, tambahan Lembaran Negara No. 3637);
6. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom (Lembaran Negara Tahun 2000
No.54, Tambahan Lembaran Negara No. 3952) ;
7. Peraturan Pemerintah No.8 tentang Perangkat Daerah;
8. Keputusan Menkes No. 850/MENKES/SK/V/2000 tentang Kebijakan
Pengembangan Tenaga Kesehatan tahun 2000 – 2010;
9. Keputusan Menkes No. 1277/MENKES/SK/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan;
10. Keputusan Menkes No. 004/MENKES/SK/I/2003 tahun 2003 tentang Kebijakan
dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan;
11. Keputusan Menkes No. 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang SPM bidang
kesehatan di Kabupaten/Kota.
II.2. Pokok-Pokok Perencanaan SDM Kesehatan
Memperhatikan dasar-dasar hukum serta adanya kebijakan desentralisasi, termasuk
didalamnya desentralisasi di bidang kesehatan, maka fungsi perencanaan SDM
kesehatan bagi daerah menjadi sangat penting dan menjadi tanggung jawab daerah
itu sendiri. Oleh karena itu dengan adanya desentralisasi di bidang kesehatan
pejabat pengelola SDM di Kabupaten/Kota dan Propinsi perlu memiliki kemampuan
atau kompetensi yang memadai dalam membuat perencanaan SDM kesehatan.
Secara garis besar perencanaan kebutuhan SDM kesehatan dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok besar yaitu :
1. Perencanaan kebutuhan pada tingkat institusi.
Perencanaan SDM kesehatan pada kelompok ini ditujukan pada perhitungan
kebutuhan SDM kesehatan untuk memenuhi kebutuhan sarana pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik dan lain-lainnya.
2. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan pada tingkat wilayah
Perencanaan disini dimaksudkan untuk menghitung kebutuhan SDM kesehatan
berdasarkan kebutuhan di tingkat wilayah (Propinsi/Kabupaten/Kota) yang
merupakan gabungan antara kebutuhan institusi dan organisasi.
3. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan untuk Bencana.
Percanaan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan SDM Kesehatan saat
prabencana, terjadi bencana, dan post bencana, termasuk pengelolaan
kesehatan pengungsi.
Untuk itu pengelola kebutuhan SDM kesehatan yang bertanggung jawab pada
ketiga kelompok tersebut di atas perlu memahami secara lebih rinci teknis
perhitungannya untuk masing-masing kelompok.
II.3. Strategi Perencanaan SDM Kesehatan
Dalam perencanaan SDM Kesehatan perlu memperhatikan:
1. Rencana kebutuhan SDM Kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunanan kesehatan baik kebutuhan lokal, nasional maupun global.
2. Pendayagunaan SDM Kesehatan diselenggarakan secara merata, serasi,
seimbang dan selaras oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha baik di
tingkat pusat maupun tingkat daerah. Dalam upaya pemerataan SDM Kesehatan
perlu memperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban perorangan
dengan kebutuhan masyarakat. Pendayagunaan SDM Kesehatan oleh
pemerintah diselenggarakan melalui pendelegasian wewenang yang
proporsional dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
3. Penyusunan perencanaan mendasarkan pada sasaran nasional upaya kesehatan
dari Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010.
4. Pemilihan metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan di dasarkan pada
kesesuaian metode dengan kemampuan dan keadaan daerah masing-masing.
BAB III
TINJAUAN PERKEMBANGAN, PENDEKATAN DAN METODE
PENYUSUNAN KEBUTUHAN SDM KESEHATAN
III.1. Perkembangan
Pada tahun sembilan belas delapan puluhan, Departemen Kesehatan telah
mengembangkan proyeksi kebutuhan SDM kesehatan sampai dengan tahun 2000
sesuai dengan anjuran “Health for All by the Year 2000”. Proyeksi tersebut dibuat
berdasarkan status kesehatan masyarakat dan proyeksi penduduk dikaitkan dengan
program-program kesehatan yang ada. Proyeksi kebutuhan tenaga kesehatan
secara Nasional tersebut kemudian telah diusahakan dirinci menjadi target-target
lima tahunan (Repelita).
Namun demikian target Repelita dibidang ketenagaan tersebut masih dirasa sulit
memberikan gambaran informasi yang jelas mengenai cara penyusunan kebutuhan
tenaga bagi unit pelayanan kesehatan. Keadaan ini menyebabkan unit-unit
pelayanan (utamanya rumah sakit dan puskesmas) membentuk metode-metode
standar ketenagaan dan cara menghitung kebutuhan masing-masing. Hal ini
tercermin dengan dikeluarkannya antara lain :
1) SK Menkes No. 262/Menkes/Per/VII/1979, tentang perhitungan kebutuhan
tenaga berdasarkan perbandingan antara jumlah tempat tidur yang tersedia di
kelas rumah sakit tertentu dengan jenis kategori tenaga tertentu.
2) Standar kebutuhan tenaga minimal (pada tahun 1980), dasar perhitungannya
adalah standar pelayanan dan upaya pelayanan.
Pada perkembangan lebih lanjut, baik target Repelita maupun standar perhitungan
kebutuhan tenaga yang ada untuk rumah sakit dan puskesmas masih belum
dirasakan cocok dan belum dapat digunakan sebagai dasar perencanaan kebutuhan
tenaga, karena :
a) Tidak memberikan data yang lengkap tentang kebutuhan tenaga kesehatan per
kategori tenaga .
b) Tidak memperhitungkan beban kerja yang riil dan kapasitas masing-masing
kategori tenaga.
Pada tahun 1985 Biro Perencanaan Depkes mengembangkan metode ISN (Indicator
of Staff Needs). Metode ISN menetapkan jumlah tenaga berdasarkan jenis kegiatan
dan volume pelayanan pada suatu unit atau institusi.
Formula ISN mencakup seluruh kategori tenaga kesehatan yang ada di berbagai
sarana/institusi pelayanan kesehatan dalam lingkungan Depkes dan Daerah. Namun
kedua metode tersebut belum optimal.
Disamping itu sejak tahun 1998, juga mulai diperkenalkan penghitungan tenaga
kesehatan dengan memperhitungkan beban kerja (serupa dengan ISN) yang disebut
DSP (Daftar Susunan Pegawai) yang diperkenalkan oleh Menpan. Awal tahun 1999
Departemen Kesehatan (cq. Biro Kepegawaian) mengembangkan DSP yang sesuai
dengan kebutuhan sarana kesehatan. Tahun 1999 diterbitkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 976 tahun 1999 tentang DSP Puskesmas , setelah
itu DSP Rumah Sakit kelas D, kelas C, kelas B non pendidikan, disamping itu
dikembangkan DSP Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sampai saat ini
metode ini terus dikembangkan penerapannya terutama di Daerah HP-V (Jateng,
Sulsel dan Kalteng).
Dengan tidak dibakukannya metode penghitungan tenaga (ISN atau DSP) jangka
pendek kepada unit/pengelola program seperti yang diharapkan, maka perencanaan
kebutuhan tenaga kesehatan hanya menggunakan asumsi-asumsi berdasarkan
kapasitas produksi maupun perhitungan lain yang kurang spesifik. Ditambah dengan
kurang mantapnya sistem informasi ketenagaan baik di lingkungan Depkes, Pemda
maupun Swasta, maka perencanaan kebutuhan tenaga khususnya jangka pendek
praktis belum berkembang sesuai harapan kita semua.
III.2. Masalah dan Hambatan
Salah satu yang menentukan kualitas rencana kebutuhan SDM adalah dukungan
informasi tenaga yang akurat. Sejak Repelita II banyak upaya (daya dan dana) yang
telah dilakukan namun hasilnya belumlah memadai. Kunci permasalahannya terletak
pada kesulitan mengembangkan database ketenagaan yang terpadu, yang
disepakati dan dipakai bersama oleh setiap unit pengelola ketenagaan di Depkes
serta saling mendukung/terkait antara satu dengan lainnya (compatible). Hal yang
lain, data yang ada saat ini masih berorientasi pada tenaga Depkes (pemerintah),
belum sampai pada upaya mengidentifikasi SDM kesehatan untuk keperluan swasta
dan masyarakat lainnya.
Dalam perkembangan selama ini ada beberapa hambatan, a.l. :
1. Sulitnya memperoleh data akurat yang diperlukan untuk menghitung beban
kerja dari masing-masing jenis kategori tenaga pada formula ISN. Hal ini
disebabkan karena bervariasinya kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh
masing-masing jenis kategori tenaga, disamping tidak adanya catatan yang
terekam secara baik atas hal-hal yang terkait dengan prosedur dan beban kerja.
2. Hasil kompilasi dan analisis penghitungan kebutuhan tenaga yang diadakan
sepanjang tahun, tidak ditindak-lanjuti sehingga menimbulkan kekecewaan dan
menurunnya motivasi para perencana ketenagaan di lapangan (misalnya, hasil
penghitungan tenaga tidak terkait dengan pengadaan formasi pegawai baru
yang diadakan setiap tahunnya, atau dengan diketahuinya jumlah tenaga
berlebihan di suatu lokasi dan kekurangan di lain lokasi seharusnya ada tindaklanjut
pemecahannya). Hal ini lama kelamaan menyebabkan pengisian form
yang asal jadi dan menurunnya jumlah laporan yang masuk setiap triwulannya
kepada unit atasannya.
3. Kekurangan dukungan staf perencanaan ketenagaan yang berkualitas dan
bekerja penuh waktu baik di pusat, propinsi, kabupaten, dan unit/fasilitas
kesehatan.
Untuk mendukung perencanaan kebutuhan SDM dimasa mendatang, maka sistem
informasi tenaga kesehatan yang mantap sudah tidak bisa ditunda lagi.
III.3. Isu Strategis
1. Penyusunan rencana pengembangan tenaga kesehatan (termasuk penyusunan
kebutuhan tenaga) tidak akan berhasil bila tidak disusun dalam konteks
kebijakan pengembangan tenaga kesehatan secara keseluruhan yang
menunjang suatu rencana pembangunan jangka panjang kesehatan yang
ditetapkan.
2. Penentuan pendekatan dan cara penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan
sering hanya mendasarkan pada suatu model saja, dan kurang mendasarkan
pada sintesa bermacam model yang ada sehingga dapat dihimpun berbagai segi
positifnya dan dihindari segi-segi kekurangannya.
3. Sistem informasi ketenagaan yang baik dapat mendukung sepenuhnya
pengembangan SDM kesehatan secara keseluruhan (PNS dan Non PNS).
4. Masih terbatasnya pemahaman tentang pentingnya perencanaan SDM
Kesehatan dari berbagai segi pendekatan, metode dan prosedur
penyusunannya.
BAB IV
PENDEKATAN DAN METODE PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN
SDM KESEHATAN
IV.1. Pendekatan Penyusunan Kebutuhan SDM Kesehatan
Yang menjadi perhatian dalam penyusunan Kebutuhan SDM Kesehatan adalah
sebagai berikut :
a. Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan mutlak dalam konteks penyusunan
pengembangan SDM kesehatan yang ada untuk mewujudkan suatu tujuan
pembangunan yang ditetapkan.
b. Pentingnya untuk ditetapkan suatu cara penyusunan kebutuhan SDM yang
benar-benar sesuai dengan keperluannya yang semakin kompleks dan sering
tak menentu.
c. Pengguna dari cara-cara penyusunan SDM kesehatan ini perlu memahami
kekuatan dan kelemahan dari cara yang dipilih.
d. Sektor kesehatan sangat diharapkan oleh sektor lain yang terkait untuk dapat
menyusun kebutuhan SDM kesehatan di masa mendatang dengan
menggunakan cara-cara penyusunan kebutuhan SDM yang mantap.
IV.2. Metode Penyusunan Kebutuhan SDM Kesehatan
Pada dasarnya kebutuhan SDM kesehatan dapat ditentukan berdasarkan :
1. Kebutuhan epidemiologi penyakit utama masyarakat.
2. Permintaan (demand) akibat beban pelayanan kesehatan; atau
3. Sarana upaya kesehatan yang ditetapkan.
4. Standar atau ratio terhadap nilai tertentu.
Determinan yang berpengaruh dalam perencanaan kebutuhan SDM adalah:
a. Perkembangan penduduk, baik jumlah, pola penyakit, daya beli, maupun
keadaan sosiobudaya dan keadaan darurat / bencana
b. Pertumbuhan ekonomi; dan
c. Berbagai kebijakan di bidang pelayanan kesehatan.
Adapun metode-metodenya adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan keperluan kesehatan
(“Health Need Method”). Dalam cara ini dimulai dengan ditetapkannya
keperluan (“need”) menurut golongan umur, jenis kelamin, dllnya. Selanjutnya
dibuat proyeksi penduduk untuk tahun sasaran menurut kelompok penduduk
yang ditetapkan; diperhitungkan keperluan upaya kesehatan untuk tiap-tiap
kelompok penduduk pada tahun sasaran.
Contoh :
• Dengan sasaran untuk mengurangi tingkat kesakitan dan kematian sampai
taraf tertentu, diperhitungkan keluarga dengan pendapatan lebih tinggi di
satu kota besar, umur 15-25 tahun, menggunakan (atau ingin) 1.8
kunjungan dokter pertahun sementara itu keluarga dengan pendapatan lebih
rendah ingin menggunakan 0.7 kunjungan.
• Proyeksi tahun target penduduk untuk kedua grup populasi adalah 200,000
dan 800,000.
• Kebutuhan kunjungan untuk keluarga yang lebih tinggi pendapatannya
adalah 1.8 x 200,000 = 360,000 kunjungan, sedangkan untuk keluarga lebih
rendah pendapatannya, adalah 0.7 x 800,000 = 560,000 kunjungan
• Rata-rata dokter bekerja penuh waktu dalam pelayanan rawat jalan adalah
7000 kunjungan per tahun.
• Target kunjungan pertahun adalah (360,000 + 560,000) : 7000 = 131
dokter FTE (Full Time Equivalent / dokter bekerja dengan penuh waktu).
2. Penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan kebutuhan kesehatan
(“Health Services Demand Method”). Dalam cara ini dimulai dengan
ditetapkannya kebutuhan (“demand”) upaya atau pelayanan kesehatan untuk
kelompok-kelompok penduduk menurut golongan umur, jenis kelamin, tingkat
ekonomi, pendidikan, lokasi dllnya. Selanjutnya dibuat proyeksi penduduk untuk
tahun sasaran menurut kelompok penduduk yang ditetapkan; diperhitungkan
kebutuhan pelayanan kesehatan untuk tiap-tiap kelompok penduduk tersebut
pada tahun sasaran. Selanjutnya untuk memperoleh perkiraan kebutuhan
jumlah dari jenis tenaga kesehatan tersebut diperoleh dengan membagi jumlah
keseluruhan pelayanan kesehatan pada tahun sasaran dengan kemampuan jenis
tenaga tersebut untuk melaksanakan pelayanan kesehatan termaksud pada
tahun sasaran.
Contoh :
• Dengan sasaran untuk memenuhi kebutuhan kesehatan pada suatu kota
diperhitungkan anak umur 0-4 tahun memerlukan rata-rata 1.0 kunjungan
dokter dan 2.0 kunjungan perawat per tahun.
• Proyeksi pada tahun target anak umur 0-4 tahun adalah 2.0 juta.
• Anak-anak ini kemudian akan memerlukan kunjungan 2 juta dokter dan 4
juta kunjungan rawat.
• Dokter FTE (penuh waktu) dapat melakukan 6000 kunjungan per tahun dan
FTE perawat, 7000 per tahun.
• Proyeksi tenaga penuh waktu (FTE) yang diperlukan :
- dokter FTE = 2.0 juta : 6000 = 333 dokter
- perawat FTE = 4.0 juta : 7000 = 571 perawat.
3. Penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan sasaran upaya
kesehatan yang ditetapkan (“Health Service Targets Method”). Dalam
cara ini dimulai dengan menetapkan berbagai sasaran upaya atau memperoleh
perkiraan kebutuhan jumlah dari jenis tenaga kesehatan tertentu diperoleh
dengan membagi keseluruhan upaya atau pelayanan kesehatan tahun sasaran
dengan kemampuan jenis tenaga tersebut untuk melaksanakan upaya atau
pelayanan kesehatan termaksud pada tahun sasaran.
Contoh :
1) Program
2) Tujuan Program
:
:
Pelayanan kesehatan puskesmas
Meningkatkan pemerataan dan mutu pelayanan
kesehatan puskesmas dengan peran aktif
masyarakat.
3) Sasaran dari Strategi Program :
Sasaran No. 1
Strategi dasar
:
:
Angka kematian bayi diturunkan menjadi 40/1000
kelahiran hidup.
Pelayanan antenatal kepada ibu hamil.
Lain-lain sasaran dan strategi dasar perhitungannya juga diperlukan.
Terhadap sasaran No. 1 dapat dikemukakan :
4) Kegiatan kritis/pokok
5) Satuan yang membutuhkan
6) Kebutuhan di masa mendatang
7) Frekwensi kegiatan kritis
8) Beban kerja yang diperlukan
:
:
:
:
:
Konsultasi ibu hamil
Ibu hamil
Jumlah ibu hamil pada tahun 2010
3 kali untuk kehamilan normal
Butir 6x butir 7x waktu menolong
9) Tenaga Kesehatan pelaksana
10) Waktu untuk Melaksanakan
Kegiatan kritis
:
:
Bidan
Waktu dalam menit untuk
melaksanakan konsultasi.
11) Penggunaan Waktu Tenaga Kesehatan di masa mendatang
Pembagian waktu (%) dalam hari-hari normal :
a) Melaksanakan kegiatan kritis
b) Melaksanakan kegiatan lain
c) Menunggu/kegiatan pribadi
:::
0,33
0,25
0,42
12) Beban kerja yang dapat tersedia
per hari
13) Hari kerja di masa mendatang
per tahun latihan dan lain-lain
14) Beban kerja yang dapat tersedia
per tahun
15) Jumlah tenaga kesehatan yang
diperlukan pada tahun 2010
:
:
:
:
Jumlah jam kerja di masa
mendatang dalam 1 hari x 60 x butir
11
280 dengan telah dikurangi karena
sakit.
Butir 12 x butir 13
Butir 8 dibagi butir 14
4. Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan rasio terhadap
sesuatu Nilai (“Ratio Method”).
Pertama-tama ditentukan atau diperkirakan rasio dari tenaga terhadap suatu
nilai tertentu misalnya jumlah penduduk, tempat tidur RS, Puskesmas dan lainlainnya.
Selanjutnya nilai tersebut diproyeksikan ke dalam sasaran. Perkiraan
kebutuhan jumlah dari jenis tenaga kesehatan tertentu diperoleh dari membagi
nilai yang diproyeksikan termasuk dengan rasio yang ditentukan.
Contoh :
• Rasio dokter – penduduk/populasi bervariasi dalam suatu provinsi, mulai
dari 1 : 5000 sampai 1 : 2500, atau rata-rata 1 : 4000
- proyeksi penduduk / populasi pada tahun target adalah 10 juta
- rasio pada tahun target yang diinginkan sebesar 1 : 2500
- dokter yang diperlukan adalah = 10.000.000 : 2500 = 4000 dokter.
Selain 4 Metode Dasar tersebut, terdapat beberapa metode lainnya yang pada
dasarnya merupakan pengembangan dari keempat metode dasar tersebut diatas
yaitu :
• Penyusunan kebutuhan tenaga berdasarkan Daftar Susunan Pegawai
(DSP) (“authorized staffing list”).
• Penyusunan kebutuhan tenaga berdasarkan WISN (Work Load Indikator
Staf Need / Indikator KebutuhanTenaga Berdasarkan Beban Kerja).
• Penyusunan kebutuhan tenaga berdasarkan SKENARIO/PROYEKSI dari
WHO.
• Penyusunan kebutuhan tenaga untuk Bencana.
BAB V
LANGKAH POKOK PENYUSUNAN KEBIJAKAN DAN RENCANA
PENGEMBANGAN SDM KESEHATAN
Penyusunan rencana pengembangan SDM kesehatan, guna mempermudah dalam
pelaksanaannya, langkah-langkah yang harus dilalui adalah seperti dalam bagan
berikut:
LP = Langkah Pokok
LANGKAH-LANGKAH POKOK PENYUSUNAN
LP.1.PERSIAPAN
Input
• Kumpulan dokumen – dokumen kebijakan
• Kumpulan data dan informasi terkait baik pemerintah maupun masyarakat termasuk
swasta
Proses
• Kesepakatan dan persamaan persepsi lintas program dan lintas sektor terkait
(pemerintah, swasta, organisasi profesi ) melalui pertemuan-pertemuan.
KEBIJAKAN & RENC
PEMB.DAERAH,
PENGEMB SDM &
PEMB.KES.DAERAH
MASUKAN
LAIN
TERKAIT
ANALISA
SITUASI
PEMB.KES
&
PSDM
PENYUSUNAN
POKOK-POKOK
RPJPK
PENYUSUNAN
USULAN
KEBUTUHAN
SDM
PENYUSUNAN
SKENARIO
SDM
PENYUS
KEBIJAKAN
SDMK
PENYUSUNAN
AKHIR DAN
RENCANA PP
SDM DAERAH
KEBIJAKAN& RENC
PENGEMBANGAN
SDM NASIONAL
PERSIAPAN
ANALISA
SITUASI
&
KECEND
PENGADAAN
SDMKES
ANSIT
&
KECEND
PENDAYA
GUNAAN
SDMKES
PENYUS
RENCANA
SDMK
PENGAWASAN, PENGENDA
LIAN DAN PENILAIAN PSDM
PELAKSANAAN PENGEM
BANGAN SDM KES
LANGKAH POKOK PENYUSUNAN KEBIJAKAN DAN RENCANA
PENGEMBANGAN SDM KESEHATAN DAERAH
LP.1 LP.2
LP 3 LP 4
LP 5 LP 6
LP 7
LP 8
LP 9
LP 10
Output
• Kerangka acuan bersama
• Membentuk Tim yang terdiri dari Depkes, Depdiknas, swasta, organisasi profesi,
Pemda Propinsi/Kabupaten/Kota, DPR, DPRD.
LP.2.ANALISA SITUASI PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN PENGEMBANGAN
SDM KESEHATAN DAERAH
Input
• Analisa situasi pembangunan kesehatan daerah (sosial, ekonomi, perundangan)
• Analisa situasi pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatah daerah
Proses
• Diadakan analisa kesenjangan dan bila mungkin membuat analisa S.W.O.T
• Konsultasi dengan sektor dan program lain terkait
Output
• Gambaran situasi pembangunan kesehatan daerah dan kecenderungannya
• Gambaran situasi pengembangan SDM Kesehatan daerah dan kecenderungannya
LP.3. PENYUSUNAN POKOK-POKOK/ PRIORITAS RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG KESEHATAN
Input
• Renstra daerah yang sudah ditetapkan
• Hasil analisa pada LP 2
• Arahan pimpinan Bupati/Walikota/Kepala Dinas Kesehatan
Proses
• Tim menyusun rancangan ini
Output
• Pokok-pokok rencana pembangunan jangka panjang daerah
LP.4. PENYUSUNAN USULAN KEBUTUHAN SDM KESEHATAN
Input
• Hasil LP 3
• Pemahaman mengenai pendekatan, metode dan prosedur penyusunan rencana SDM
Kesehatan
• Data dan informasi lain terkait.
Proses
• Pemilihan dan penggunaan metode yg tepat
• Pendekatan ini sangat penting dan sering tidak mudah
Output
• Usulan kebutuhan SDM Kesehatan yang diperlukan untuk menunjang pembangunan
kesehatan yang ditetapkan
LP.5. ANALISA SITUASI & KECENDERUNGAN PENGADAAN SDM KESEHATAN
Input
• Hasil LP 2 (rencana pembangunan kesehatan jangka panjang)
Proses
• Tinjauan ini disusun berdasarkan pada kenyataan sesungguhnya di lapangan
• Konsultasi dengan berbagai sektor lain terutama sektor pendidikan
Output
• Tinjauan perkembangan dan kecendenderungan pengadaan SDM Kesehatan meliputi
mutu, kemampuan institusi pendidikan dan latihan, sinergi pengadaan SDM
Kesehatan.
LP.6. ANALISA SITUASI & KECENDERUNGAN PENDAYAGUNAAN SDM
KESEHATAN
Input
• LP2 (rencana pembangunan kesehatan jangka panjang)
• Bahan dari sektor lain (pendidikan)
Proses
• Tim membicarakan dg profesi dan sektor lain terkait
Output
• Tinjauan perkembangan dan kecenderungan pendayagunaan SDM Kesehatan
terutama tentang distribusinya, peningkatan karir, legislasi, pembinaan dan
pengawasan SDM Kesehatan
LP.7. PENYUSUNAN SKENARIO / ALTERNATIF PENGEMBANGAN SDM
KESEHATAN
Input
• LP 4,5,6 (usulan kebutuhan, pemenuhannya, pendayagunaannya)
Proses
• Analisa dan penyusunan kebutuhan SDM Kesehatan berdasarkan pada prinsip-prinsip
perencanaan skenario/alternatif
Output
• Usulan kebutuhan SDM Kesehatan yang diperlukan dan dapat disediakan
• Diperolehnya alternatif terpilih yang optimal dari kebutuhan SDM Kesehatan untuk
menunjang pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan
LP.8. PENYUSUNAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SDM KESEHATAN
Input
• Hasil LP 7
• Arahan dari Pimpinan Gubernur/Bupati/Walikota dan Kepala Dinas Kesehatan
Proses
• Merupakan kelanjutan dari LP 7
Output
• Kebijakan pengembangan SDM Kesehatan sebagai bagian dari kebijakan
pembangunan kesehatan daerah
LP.9. PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN & PEMBERDAYAAN SDM
KESEHATAN
Input
• Hasil LP 7,8
• Arahan dari Pimpinan Gubernur/Bupati/Walikota dan Kepala Dinas Kesehatan.
Proses
• Menyusun rencana yang meliputi rencana kebutuhan SDM Kesehatan, rencana
pengadaan dan pendayagunaan, bimbingan dan pengawasan SDM Kesehatan dengan
peran aktif dari pimpinan program terkait
• Menyusun langkah pengorganisasian dalam rangka pelaksanaannya
Output
• Kebijakan pengembangan & pemberdayaan SDM Kesehatan sebagai bagian dari
kebijakan pembangunan kesehatan daerah
LP.10. PENYUSUNAN AKHIR DAN RENCANA PENGEMBANGAN DAN
PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN DAERAH
Input
• Arahan dari pimpinan daerah
Proses
• Pada hakekatnya menggabungkan LP 8 dan 9
• Perlu diperhatikan relevansi, kelayakan, efisiensi dari pengembangan dan
pemberdayaan daerah secara keseluruhan
Output
• Kebijakan dan rencana pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan
Rincian lebih lanjut tentang langkah-langkah pokok penyusunan ini harap lihat
kepustakaan no.53.
BAB VI
PROSEDUR PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN
SDM KESEHATAN
Secara garis besar perencanaan kebutuhan SDM kesehatan dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok besar yaitu :
1. Perencanaan kebutuhan pada tingkat institusi.
Perencanaan SDM kesehatan pada kelompok ini ditujukan pada perhitungan
kebutuhan SDM kesehatan untuk memenuhi kebutuhan sarana pelayanan kesehatan
seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik dll.nya.
2. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan pada tingkat wilayah
Perencanaan disini dimaksudkan untuk menghitung kebutuhan SDM kesehatan
berdasarkan kebutuhan wilayah (Nasional, Propinsi, atau Kabupaten/Kota) yang
merupakan gabungan antara kebutuhan institusi dan organisasi.
3. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan untuk Bencana
Perencanaan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan SDM Kesehatan saat
prabencana, terjadi bencana dan post bencana, termasuk pengelolaan kesehatan
pengungsi.
VI.1 PERENCANAAN KEBUTUHAN SDM KESEHATAN DI TINGKAT INSTITUSI
Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan di tingkat institusi ini bisa dihitung
dengan menggunakan metode Daftar Susunan Pegawai (DSP) (“Authorized Staffing
List”), atau WISN ( Work Load Indikator Staff Need ).
VI.1.a Prosedur penghitungan kebutuhan SDM kesehatan dengan
menggunakan metode Daftar Susunan Pegawai (DSP) (“Authorized
Staffing List”)
Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan DSP ini bisa digunakan di
berbagai unit kerja seperti puskesmas, rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya.
Sebagai contoh, berikut ini adalah penghitungan kebutuhan SDM berdasarkan DSP di
Puskesmas.
LANGKAH AWAL PENYUSUNAN DSP PUSKESMAS
Langkah awal penyusunan DSP adalah menghitung produktivitas Puskesmas secara
kolektif dengan menggunakan rumus
O
S = 300 x N ( Nilai S serendah-rendahnya 5 )
S : Dayaguna Staf / Hari (S)
N : Jumlah Staf (N)
O : Out Put Puskesmas (O)
Nilai Daya guna staf per hari ( S ) sekurang-kurangnya harus = 5.
Apabila S < 5 maka dua alternatif yang perlu ditempuh : 1. memindahkan tenaga yang berlebihan atau 2. meningkatkan output Puskesmas. Bagi Puskesmas yang jumlah kunjungannya tinggi, tetapi jumlah tenaganya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah tenaga yang tertera dalam tabel.1, apabila tidak dapat diangkat sebagai PNS Daerah, dapat diatasi kekurangan tenaganya dengan sistim kontrak yang dananya berasal dari Pemda setempat atau oleh lembaga lainnya. Tabel VI.1. Jumlah staf Puskesmas menurut Beban Kerja. No Out Put Puskesmas (O) Jumlah Staf (N) Dayaguna Staf/Hari (S) 1 Kurang dari 30.000 orang/thn 16 orang 6,25 2 30.000 – 50.000 orang/thn 21 orang 5,2 – 8,0 3 50.000 – 70.000 orang/thn 30 orang 5,5 – 7,7 4 70.000 – 100.000 orang/thn 40 orang 5,8 – 8,3 5 > 100.000 orang/thn > 40 orang 6,6
Menghitung kebutuhan SDM dapat dilaksanakan dengan :
1. Menghitung output Puskesmas seperti pada tabel IV.1. dimana output Puskesmas
menentukan jumlah SDM yang dibutuhkan, atau
2. Mempergunakan time study untuk menghitung kapasitas kerja maupun uraian tugas
Staf Puskesmas.
Kebutuhan tenaga dapat dihitung dengan rumus :
n = N x K
T
n : jumlah SDM yang dibutuhkan
N : jumlah beban kerja
K : Kapasitas kerja / menit
T : jumlah kerja per hari = 360 menit = 6 X 60 menit
3. Setelah mengetahui jumlah kebutuhan tenaga yang rasional, maka langkah
berikutnya adalah menentukan jenis tenaga yang dibutuhkan. Untuk menetapkan
jenis tenaga, kita menggunakan struktur organisasi Puskesmas sesuai yang
ditetapkan Pemda masing-masing. (Berdasarkan SK Mendagri No. 23 tahun 1994,
Struktur terdiri dari unit administrasi, unit 1 sampai dengan unit 6. Setiap unit
merupakan kelompok kegiatan yang harus dianalisis secara rinci. Misalnya unit
administrasi terdiri dari jabatan Kepala Tata Usaha, Statistik, Bendahara, Supir,
Penjaga Puskesmas. Masing-masing jabatan mempersyaratkan jenis tenaga
tertentu, misalnya jabatan bendahara harus dijabat oleh petugas yang minimal
berijasah SMEA / SMTA dan telah mengikuti kursus bendaharawan).
Perkiraan jenis tenaga pada jabatan-jabatan teknis tidak sulit, karena masingmasing
jabatan mempersyaratkan tenaga yang memiliki ketrampilan tertentu.
Pendidikan tenaga-tenaga teknis kesehatan yang siap pakai mewajibkan
penempatannya pada jabatan teknis yang tepat. Hal ini memudahkan pengelola
kepegawaian untuk menentukan jenis tenaga yang layak untuk ditempatkan pada
jabatan dimaksud.
Contoh, unit peningkatan dan kesehatan keluarga apabila diperinci antara lain
terdiri dari kegiatan KIA, KB, Kesehatan Gigi Keluarga, sehingga dapat diperkirakan
unit bersangkutan membutuhkan tenaga bidan, ahli gizi.
Berikut ini adalah contoh DSP puskesmas dengan bermacam-macam model:
1. Model Puskesmas yang berada di daerah terpencil dengan penduduk jarang, dengan
kegiatan rendah
2. Model Puskesmas dengan penduduk 20.000 dengan output Puskesmas pertahun =
35.000
3. Model Puskesmas di daerah perkotaan dengan penduduk padat, dengan output
Puskesmas per tahun 60.000
4. Model Puskesmas perawatan yang jauh hubungan daratnya dengan RSU terdekat
5. Model Puskesmas Perawatan di daerah kepulauan dengan sarana perhubungan laut
yang sulit.
6. Model Puskesmas Perawatan di daerah strategis.
CONTOH-CONTOH MODEL
1. MODEL PUSKESMAS DI DAERAH TERPENCIL
Puskesmas di daerah terpencil mempunyai masalah kondisi geografis dan
transportasi yang sulit, penduduk yang jarang dan pelayan yang kurang kebutuhan
tenaga sekitar 17 orang.
Tabel. IV.2
No
Jenis Kegiatan
Jenis Tenaga
Jumlah
Keterangan
1 Kepala Puskesmas Dokter / Sarjana
kesehatan lain yang
terdidik dalam public
health
1
2
3
4
5
6
Kepala Tata Usaha
R/R, Perencana, Ev
Bendahara & Ur. Umum
Supir
Penjaga Puskesmas/Pramu
Perawat
Perawat
SMEA / SMA
SMTP
SD
1
1
1
1
1
Tenaga-tenaga
Ketata-usahaan
(administrasi)
7
8
9
Poliklinik Gigi
Poliklinik Umum
Poliklinik Umum
Perawat Gigi
Perawat
Pekarya
1
1
1
Unit 3
10
11
12
KIA., KB
Perkesmas
Gizi Keluarga
Bidan
Bidan
PAG
1
-
1
Unit 2
Tugas rangkap
13
14
Imunisasi dan Pencegahan
Surveillance & Kesling
Perawat
Sanitarian
1
1
Unit 1 & Unit 4
15
16
17
Laboratorium
Apotik
JPKM
Analis
Pekarya
Perawat / D3 Askes
1
1
-
Unit 6
Perawat terlatih
bekerja
rangkap
18
19
Setiap Pustu
Setiap Bidan Desa
Perawat
Bidan
1
1
JUMLAH 17 *)
*) Jumlah 17 orang adalah jumlah tenaga yang terkecil dengan Pustu dan Bidan Desa
rata-rata sebuah, jumlah ini akan meningkat dengan bertambah banyaknya jumlah
Pustu atau Bidan Desa.
Catatan :
Kegiatan Pusling, Posyandu dan kegiatan lapangan lain dilaksanakan secara terpadu
dalam Tim.
2. MODEL DSP PUSKESMAS PEDESAAN
Puskesmas terletak dalam Kecamatan dengan penduduk 20.000 orang dengan
output Puskesmas 35.000 orang per tahun. Apabila produktivitas staf / hari = 5,
maka tenaga yang dibutuhkan atau N = 35.000 / 300 x 5 = 23 orang.
Tabel. VI.3
No
Jenis Kegiatan
Jenis Tenaga
Jumlah
Keterangan
1 Kepala Puskesmas Dokter / Sarjana
kesehatan lain yang
terdidik dalam
public health
1
2
3
4
5
6
Kepala Tata Usaha
RR/ Perencana/ Ev
Bendahara & Ur. Umum
Supir
Penjaga Puskesmas/Pramu
SKM
Perawat
SMEA / SMA
SMTP
SD
1
1
1
1
1
Unit Tata Usaha
( Administrasi )
7
8
9
Poliklinik Umum
Poliklinik Umum
Poliklinik Umum
Dokter Umum
Perawat
Pekarya
1
1
1
Dirangkap
ka.Puskesmas
10
11
12
Poliklinik Gigi
Poliklinik Gigi
Bagian Kartu
Dokter Gigi
Perawat Gigi
Pekarya
1
1
1
Unit 3
13
14
KIA & KB
Kesehatan. Gizi Keluarga
Bidan
Akademi Gizi
1
1
Unit 2
15
16
17
Puskesmas
Peran serta Masyakat
Kesling dan Penyuluhan
Bidan
Bidan
Sanitarian
1
1
1
Unit 4
18
19
Laboratorium
Apotik
Analis Kimia
Ass. Apoteker
1
1
Unit 6
20
21
Surveillance
Pencegahan & Pemb.
Imunisasi
Sanitarian
Perawat
Perawat
1
1
1
Unit 1
22
23
UKGS
UKS
JPKM
Drg & Perawat Gigi
Perawat
Perawat / D3 Askes
-
-
1
Tugas rangkap
Perawat terlatih
24
25
Setiap Pustu
Setiap Bidan Desa
Perawat
Bidan
1
1
J U ML A H
23 *)
Catatan :
Kegiatan Puskesmas, Pusling, Posyandu dan kegiatan lapangan kerja dilaksanakan
secara terpadu dalam Tim.
3. MODEL DSP PUSKESMAS PERKOTAAN
Puskesmas terletak dikota dengan penduduk agak padat dan kunjungan cukup
tinggi dengan output Puskesmas 60.000 orang / tahun. Apabila produktivitas staf /
hari = 5, maka tenaga yang dibutuhkan atau N berjumlah = 40 orang.
Tabel. VI.4
No
Jenis Kegiatan
Jenis Tenaga
Jumlah
Keterangan
1 Kepala Puskesmas Dokter / Sarjana
kesehatan lain yang
terdidik dalam Public
Health
1
2
3
4
5
6
Kepala Tata Usaha
R/R, Perencana, Ev
Bendahara & Ur. Umum
Supir
Penjaga Puskesmas/Pramu
SKM
D2 / D3 Statistik
SMEA / SMA
SMTP
SD
1
1
2
2
1
Unit Tata Usaha
( Administrasi )
7
8
9
Bagian Kartu Poli
Poliklinik Umum
Poliklinik Umum
Pekarya
Dokter Umum
Perawat
1
2
1
Khusus bekerja
di Poliklinik
membantu
10
11
12
Poliklinik Umum
Kamar Suntik
Unit Gawat Darurat
Pekarya
Perawat
Perawat
1
1
4
Pemeriksa dokter
Bagian
Anamnese
13
14
Poliklinik Gigi
Poliklinik Gigi
Dokter Gigi
Perawat Gigi
1
1
Unit 3
15
16
17
KIA & KB
KIA & KB
Kesehatan. Gizi Keluarga
Bidan
Pekarya
Akademi Gizi
2
1
1
Unit 2
18
19
UKGS
UKS
Dokter Gigi
Perawat
-
1
Tugas rangkap
20
21
Puskesmas
Radiologi
Bidan
APRO
1
1
22
23
24
Laboratorium
Apotik
Apotik
Analis kimia
Ass. Apoteker
Juru Obat
1
1
1
Unit 6
25
26
27
Pencegahan & Pemb. Peny.
Surveilllance
Imunisasi
Entomolog
Epidemolog
Perawat
1
1
2
Unit 1
28
29
PSM
Kesling & Penyuluh
Bidan
Sanitarian
1
2
Unit 4
30 JPKM D3 Ekonomi /
D3 Askes
1 Terlatih JPKM
31 Pustu Perawat 2
JUMLAH 40
Dikota tidak ada Bidan di Desa
Catatan :
Kegiatan Puskesmas, Posyandu dan kegiatan lapangan lain dilaksanakan secara
terpadu dalam tim.
4. DSP PUSKESMAS PERAWATAN DI DAERAH TERPENCIL
Daerah terpencil ditandai dengan sulitnya hubungan geografi yang mengakibatkan
masyarakat sulit menjangkau puskesmas demikian juga rujukan ke Rumah Sakit terdekat.
Bagi kasus-kasus muntaber terpaksa harus dirawat di Puskesmas. Untuk itu Puskesmas
dilengkapi dengan sarana tempat tidur yang jumlahnya rata-rata 10 buah. Dengan demikian
kebutuhan tenaganya terdiri dari kebutuhan tenaga untuk rawat jalan ditambah dengan
pelayanan diluar gedung serta kebutuhan tenaga untuk rawat inap.
Tabel VI.5
Catatan :
Kegiatan Puskesmas, Posyandu dan kegiatan lapangan lain dilaksanakan secara terpadu
dalam Tim.
No Jenis Kegiatan Jenis Tenaga Jumlah Keterangan
1 Kepala Puskesmas Dokter / Sarjana
kesehatan lain
yang terdidik
dalam Public
Health
1
2
3
4
5
6
Kepala Tata Usaha
R/R, Perencana, Ev
Bendahara & Ur. Umum
Supir
Penjaga Puskesmas/Pramu
Perawat
Perawat
SMEA / SMA
SMTP
SD
1
1
1
1
1
Perawat Senior
Unit Tata Usaha
7
8
9
Karcis dan Kartu
Poliklinik Umum
Poliklinik Umum
Pekarya
Dokter Umum
Perawat
1
-
1
Dirangkap Ka Puskes
Unit 3
10
11
12
Poliklinik Gigi
Klinik KIA & KB
Kesehatan. Gizi Keluarga
Perawat Gigi
Bidan
PAG
1
1
1
Unit 2
13
14
Perkesmas
Laboratorium
Bidan
Analis
-
1
Tugas rangkap
15
16
17
Apotik
Pencegahan & Pemb
Surveillance
Pekarya
Epidemolog
Sanitarian
1
1
1
Unit 1
18
19
Imunisasi
PSM
Perawat
Bidan
1
1
Unit 4
20
21
Kesling & Penyuluhan
JPKM
Sanitarian
Perawat / D3
Askes
-
1
Tugas rangkap
Tugas rangkap
22
23
24
Setiap Pustu
Setiap Bidan Desa
Tugas Perawatan
Perawat
Bidan
Dokter Umum
1
1
-
Tugas rangkap
25
26
Tugas Perawatan
Tugas Perawatan
Perawat
Pekarya
4
4
(Unit 5) setiap
tugas juga 6 jam 1 orang
perawat. Jadi
24 jam 4 or prwt & 4
pekarya
J U M L A H 27
5. DSP PUSKESMAS PERAWATAN DI DAERAH KEPULAUAN
Puskesmas dipulau-pulau dikembangkan menjadi Puskesmas dengan perawatan yang lebih
mandiri karena letaknya yang terisolasi dan kesulitan hubungan laut mengakibatkan orang
sakit ditampung untuk mengatasi masalah darurat. Sehubungan dengan itu Puskesmas ini
dilengkapi dengan peralatan yang memungkinkan dokter umum menegakkan diagnostik,
seperti alat rontgen, peralatan bedah mikro, bangsal perawatan berjumlah 15 hingga 20
tempat tidur, kamar persalinan.
Tabel. VI.6
No
Jenis Kegiatan
Jenis Tenaga
Jumlah
Keterangan
1 Kepala Puskesmas Dokter / Sarjana kesehatan
lain yang terdidik dalam
public health
1
2
3
4
5
6
Kepala Tata Usaha
R/R, Perencana, Ev
Bendahara & Ur. Umum
Motoris
Penjaga Puskesmas/Pramu
Perawat
Perawat
SMEA / SMA
SMTP
SD
1
1
1
1
1
Unit Tata Usaha
Motoris
Motorboot
7
8
9
Bagian Karcis dan Kartu
Poliklinik Umum
Poliklinik Umum
Pekarya
Dokter Umum
Perawat
1
1
1
Ada 2 or Dr
Umum bertugas
anamnese
10
11
12
Poliklinik Umum
Poliklinik Gigi
Poliklinik Gigi
Pekarya
Dokter Gigi
Perawat Gigi
1
1
1
Unit 3
13
14
Klinik KIA & KB
Kes. Gizi Keluarga
Bidan
PAG
1
1
Unit 2
15
16
17
Perkesmas
Laboratorium
Apotik
Bidan
Analis
Ass. Apoteker
-
1
1
Tugas rangkap
18
19
Apotik
Radiologi
Juru Obat
APRO
1
1
Unit 6
20 Pencegahan & Pemberantasan Epidemolog 1
21
22
Surveillance & Kesling
Imunisasi
Sanitarian
Perawat
1
1
Unit 1
23
24
25
26
Peran Serta Masyarakat
Penyuluhan
UKS
UKGS
Bidan
Sanitarian, Perawat
Perawat
Drg, Perawat Gigi
1
-
-
-
Unit 4
Tugas rangkap
Tugas rangkap
Tugas rangkap
27 JPKM Perawat / D3 Askes 1
28
29
30
31
32
Perawatan
Perawatan
Perawatan
R.Prwtan Ibu Hamil/melahirkan
Tugas Perawatan
Dokter Umum
Perawat
Pekarya
Bidan
Bidan
-
8
4
3
-
Ratio prwt : TT =
1 : 10 utk 24 jam
= 24/6 x 20/10
=8 or
prwt : pekarya
= 2 : 1 tgs
rangkap
JUMLAH 38
Catatan :
Kegiatan Puskesmas, Posyandu dan kegiatan lapangan lain dilaksanakan secara terpadu
dalam Tim.
6. PUSKESMAS PERAWATAN DI DAERAH STRATEGIS
Daerah strategis adalah daerah pusat perkembangan perekonomian yaitu daerah
perdagangan barang-barang yang berasal dari pedalaman ataupun daerah transito antar
kota. Ciri daerah ini berpenduduk relatif padat dibanding daerah sekitarnya, lalu lintas relatif
ramai, sehingga kunjungan ke Puskesmas menjadi tinggi dibandingkan Puskesmas
dilingkungan daerah sekitarnya. Pada daerah strategis seringkali dibangun sebuah
Puskesmas dengan tempat perawatan untuk memudahkan memperoleh pelayanan dengan
perawatan. Puskesmas semacam ini banyak ditemui di daerah-daerah luar Jawa. Puskesmas
dapat dikategorikan sebagai Puskesmas Rujukan bagi daerah sekitanya.
Tabel. VI.7
No
Jenis Kegiatan
Jenis Tenaga
Jumlah
Keterangan
1 Kepala Puskesmas Dokter / Sarjana kesehatan
lain yang terdidik dalam
public health
1
2
3
4
5
6
Kepala Tata Usaha
R/R, Perencana, Ev
Bendahara & Ur. Umum
Supir
Penjaga Puskesmas/Pramu
Sarjana Kes Masyarakat
D2/D3 Statistik
SMEA / SMA
SMTP
SD
1
1
1
1
1
Unit Tata
Usaha
7
8
9
Karcis dan Kartu
Poliklinik Umum
Poliklinik Umum
Pekarya
Dokter Umum
Perawat
1
1
1
10
11
12
Poliklinik Umum /Kamar Suntik
Poliklinik Gigi
Poliklinik Gigi
Perawat /Pekarya
Dokter Gigi
Perawat Gigi
1
1
1
Unit 3
13
14
Klinik KIA & KB
Perkesmas
Kes. Gizi Keluarga
Bidan
Bidan
Akademi Gizi
2
1
1
Unit 2
15
16
17
UKGS
UKS
Laboratorium
Apotik
Dokter Gigi,perawat Gigi
Perawat
Analis
Ass. Apoteker
-
-
1
Tugas rangkap
Tugas rangkap
18
19
Apotik
Radiologi
Juru Obat
APRO
1
1
Unit 6
20 Pencegahan & Pemberantasan Epidemolog 1
21
22
Surveillance & Kesling
Imunisasi
Sanitarian
Perawat
1
1
Unit 1
23
24
25
Peran Serta Masyarakat
Penyuluhan
JPKM
Bidan
Sanitarian/ Perawat
Perawat / D3 Askes
1
-
1
Unit 4
26
27
28
29
Perawatan
Perawatan
Perawatan
Kamar Persalinan
Dokter Umum
Perawat
Pekarya
Bidan
-
7
4
2
Tugas rangkap
Unit 5
J U ML A H 42
Catatan :
Kegiatan Puskesmas, Posyandu dan kegiatan lapangan lain secara terpadu dalam Tim.
VI.1.b Prosedur penghitungan kebutuhan SDM kesehatan dengan
menggunakan METODE WISN (Work Load Indikator Staff Need/
Kebutuhan SDM kesehatan Berdasarkan Indikator Beban Kerja)
Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja (WISN) adalah
suatu metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pada beban
pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit
kerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah
digunakan, secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis.
Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi 5
langkah, yaitu :
1. Menetapkan waktu kerja tersedia;
2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM;
3. Menyusun standar beban kerja;
4. Menyusun standar kelonggaran;
5. Perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja.
Pada dasarnya metode WISN ini dapat di gunakan di rumah sakit, puskesmas
dan sarana kesehatan lainnya, atau bahan dapat digunakan untuk kebutuhan tenaga di
Kantor Dinas Kesehatan. Sebagai contoh dibawah ini disajikan penggunaan metode
WISN di sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
LANGKAH PERTAMA
MENETAPKAN WAKTU KERJA TERSEDIA
Menetapkan waktu kerja tersedia tujuannya adalah diperolehnya waktu kerja tersedia
masing-masing kategori SDM yang bekerja di Rumah Sakit selama kurun waktu satu
tahun.
Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja tersedia adalah
sebagai berikut :
1. Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di RS atau Peraturan Daerah setempat,
pada umumnya dalam 1 minggu 5 hari kerja. Dalam 1 tahun 250 hari kerja (5 hari x
50 minggu). (A)
2. Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari kerja setiap
tahun. (B)
3. Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di RS untuk
mempertahankan dan meningkatkan kompetensi/profesionalisme setiap kategori
SDM memiliki hak untuk mengikuti pelatihan/kursus/seminar/ lokakarya dalam 6
hari kerja. (C)
4. Hari Libur Nasional, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Terkait tentang Hari
Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002-2003 ditetapkan 15 Hari Kerja dan 4
hari kerja untuk cuti bersama. (D)
5. Ketidak hadiran kerja, sesuai data rata-rata ketidak hadiran kerja (selama kurun
waktu 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa
pemberitahuan/ijin. (E)
6. Waktu kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di RS atau Peraturan Daerah, pada
umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8 jam (5 hari kerja/minggu). (F)
Berdasarkan data tersebut selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menetapkan waktu
tersedia dengan rumus sebagai berikut :
Waktu Kerja Tersedia = {A - (B+C+D+E)} X F
Keterangan :
A = Hari Kerja D = Hari Libur Nasional
B = Cuti Tahunan E = Ketidak Hadiran Kerja
C = Pendidikan dan Pelatihan F = Waktu Kerja
Apabila ditemukan adanya perbedaaan rata-rata ketidak hadiran kerja atau RS
menetapkan kebijakan untuk kategori SDM tertentu dapat mengikuti pendidikan dan
pelatihan lebih lama di banding kategori SDM lainnya, maka perhitungan waktu kerja
tersedia dapat dilakukan perhitungan menurut kategori SDM. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat simulasi perhitungan berdasarkan rumus waktu kerja tersedia sebagaimana
diuraikan pada Tabel VI.8 di bawah ini.
TABEL VI.8
WAKTU KERJA TERSEDIA
Kode FAKTOR KATEGORI SDM
Perawat Dokter
Sp. X
KETERANGAN
A Hari Kerja 260 260 Hari/tahun
B Cuti Tahunan 12 12 Hari/tahun
C Pendidikan dan Pelatihan 5 10 Hari/tahun
D Hari Libur Nasional 19 19 Hari/tahun
E Ketidak Hadiran Kerja 10 12 Hari/tahun
F Waktu Kerja 8 8 Jam/hari
Waktu Kerja Tersedia 1,712 1,656 Jam/tahun
Hari Kerja Tersedia 214 207 Harikerja/thn
Waktu kerja tersedia untuk kategori SDM Perawat adalah 1,704 jam/tahun, atau 213
hari kerja. Sedangkan kategori SDM Dokter Spesialis X adalah 1,616 atau 189 hari
kerja/tahun.
Uraian perhitungannya adalah sebagai berikut:
1. Waktu kerja tersedia untuk kategori SDM :
a. Perawat = {260 - (12+5+19+10)}
= 214 hari kerja/tahun
b. Dokter Sp. X = {260 - (12+10+19+12)}
= 207 hari kerja/tahun
2. Hari kerja tersedia untuk kategori SDM :
a. Perawat
= ( 214 hari/tahun) x 8 (jam/hari)
= 1,712 jam kerja/tahun
b. Dokter Sp. X
= (207 hari kerja/tahun) x 8
(jam/hari)
= 1,656 jam kerja/tahun
LANGKAH KEDUA
MENETAPKAN UNIT KERJA DAN KATAGORI SDM
Menetapkan unit kerja dan kategori SDM tujuannya adalah diperolehnya unit
kerja dan kategori SDM yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan perorangan pada pasien, keluarga dan masayarakat di dalam dan
di luar RS.
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk penetapan unit kerja dan kategori
SDM adalah sebagai berikut :
1. Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing
unit dan sub-unit kerja.
2. Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan fungsional,
misalnya: Komite Medik, Komite Pangendalian Mutu RS. Bidang/Bagian Informasi.
3. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di RS.
4. PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.
5. Peraturan perundang undangan berkaitan dengan jabatan fungsional SDM
kesehatan.
6. Standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) pada
tiap unit kerja RS.
Analisa Organisasi
Fungsi utama rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
mengutamakan pelayanan kesehatan perorangan meliputi pelayanan kesehatan kuratif,
rehabilitatif secara serasi dan terpadu dengan pelayanan preventif dan promotif.
Berdasarkan fungsi utama tersebut, unit kerja RS dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Unit Kerja Fungsional Langsung, adalah unit dan sub-unit kerja yang langsung
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan perorangan di dalam dan di
luar RS, misalnya : Intalasi Rawat Inap, Intalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat
Darurat, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi Farmasi/Apotik, Unit
Pelayanan Home Care dll.
2. Unit Kerja Fungsional Penunjang, adalah unit dan sub-unit kerja yang tidak langsung
berkaitan dengan penyelenggaraan :
- Pelayanan kesehatan perorangan di RS, misalnya: Instalasi Tata Usaha Rawat
Inap/Rawat Jalan, Intalasi Pemeliharaan Sarana RS.
- Pelayanan kesehatan Promotif di dalam dan diluar RS, misalnya: Unit
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM-RS).
Apabila ditemukan unit atau sub-unit kerja fungsional yang belum diatur atau
ditetapkan oleh Direktur, Depkes, Pemda (Pemilik RS) perlu ditelaah terlebih dahulu
sebelum disepakati ditetapkan keberadaanya. Selanjutnya apakah fungsi, kegiatankegiatannya
dapat digabung atau menjadi bagian unit kerja yang telah ada.
Setelah unit kerja dan sub unit kerja di RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya
adalah menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menjamin
mutu, efisensi dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS.
Data kepegawaian, standar profesi, standar pelayanan, fakta dan pengalaman
yang dimiliki oleh penanggung jawab unit kerja adalah sangat membantu proses
penetapan kategori SDM di tiap unit kerja di RS.
Untuk menghindari hambatan atau kesulitan perhitungan kebutuhan SDM
berdasarkan beban kerja, sebaiknya tidak menggunakan metode analisis jabatan untuk
menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi yang dipersyaratkan dalam melaksanakan
suatu pekerjaan / kegiatan di tiap unit kerja RS.
TABEL VI.9
UNIT KERJA DAN KATEGORI SDM
NO UNIT KERJA SUB UNIT KERJA KATEGORI SDM
Poli Penyakit Dalam 1. Dr. Sp. PD
2. Perawat
Poli Kebidanan & Kandungan 1. Dr. Sp. OBG
2. Bidan
A. Instalasi Rawat Jalan
Poli Bedah 1. Dr. Sp. BU
2. Perawat
1. Dr. Sp. BU
2. Dr. Sp. BO
3. Dr. Sp. Anastesi
4. Dokter (umum) Plus
5. Penata anestesi
B. Rawat Inap Rawat Inap Bedah
6. Perawat
LANGKAH KETIGA
MENYUSUN STANDAR BEBAN KERJA
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per
kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakannya (rata-rata waktu) dan waktu yang
tersedia per-tahun yang dimiliki oleh masing-masing kategori tanaga.
Pelayanan kesehatan di RS bersifat individual, spesifik dan unik sesuai
karateristik pasien (umur, jenis kelamin), jenis dan berat ringannya penyakit, ada
tidaknya komplikasi. Disamping itu harus mengacu pada standar pelayanan dan standar
operasional prosedur (SOP) serta penggunaan teknologi kedokteran dan prasarana yang
tersedia secara tepat guna. Oleh karena itu pelayanan kesehatan RS membutuhkan
SDM yang memiliki berbagai jenis kompetensi, jumlah dan distribusinya tiap unit kerja
sesuai beban kerja.
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja masingmasing
kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut :
1. Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja RS sebagaimana hasil yang telah
ditetapkan pada langkah kedua.
2. Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku di RS.
3. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk
melaksanakan/menyelesaikan berbagai pelayanan RS.
4. Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja RS.
Beban kerja masing-masing kategori SDM di tiap unit kerja RS adalah
meliputi :
1. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing-masing kategori SDM.
2. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok.
3. Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori SDM
Kegiatan Pokok
Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan sesuai standar
pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) untuk menghasilkan pelayanan
kesehatan/medik yang dilaksanakan oleh SDM kesehatan dengan kompetensi tertentu.
Langkah selanjutnya untuk memudahkan dalam menetapkan beban kerja
masing-masing kategori SDM, perlu disusun kegiatan pokok serta jenis kegiatan
pelayanan, yang berkaitan langsung/ tidak langsung dengan pelayanan kesehatan
perorangan.
Tabel VI.10 dibawah ini diuraikan contoh sederhana penyusunan kegiatan pokok
di Unit Kerja Instalasi Rawat Jalan Poli Sepsialis Penyakit Dalam.
TABEL VI.10
KEGIATAN POKOK DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM
DI INSTALASI RAWAT JALAN
UNIT KERJA/
KATEGORI SDM
KEGIATAN
KEGIATAN POKOK
INSTALASI RAWAT JALAN
Poli Penyakit Dalam
Pasien Baru :
Dr. Sp. PD - Anamnesa
- Pemeriksaan Fisik
- Pembacaan Hasil Lab/Rontgen
- Penulisan Resep/Rujukan
Pemeriksaan Pasien Baru
Pasien Lama :
- Anamnesa
- Pemeriksaan Fisik
- Pembacaan Hasil Lab/Rontgen
- Penulisan Resep/Rujukan
Pemeriksaan Pasien Lama
Rata-Rata Waktu
Rata-rata waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu kegiatan pokok, oleh masing-masing kategori SDM pada tiap unit kerja.
Kebutuhan waktu untuk menyelesaiakan kegiatan sangat bervariasi dan dipengaruhi
standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP), sarana dan prasarana medik
yang tersedia serta kompetensi SDM.
Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama
bekerja dan kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rata-rata waktu yang cukup
akurat dan dapat dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDM yang
memilikikompetensi, kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar operasional
prosedur (SOP) dan memiliki etos kerja yang baik.
Secara bertahap RS dapat melakukan studi secara intensif untuk menyusun
standar waktu yang dibutuhkan menyelesaikan tiap kegiatan oleh masing-masing
kategori SDM.
Standar Beban kerja
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per
kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan nya (waktu rata-rata) dan waktu kerja
tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.
Adapun rumus perhitungan standar beban kerja adalah sebagai
berikut:
Waktu Kerja Tersedia
Standar Beban Kerja =
Rata-rata waktu Peraturan-Kegiatan Pokok
Hasil perhitungan standar beban kerja kategori SDM Dokter Spesialis Penyakit
Dalam dan Dokter Spesialis Bedah berdasarkan kegiatan pokok di Instalasi Rawat Inap
dan Rawat Jalan serta rata-rata waktu yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel IV.11
di bawah ini .
TABEL IV.11
KEGIATAN POKOK DAN RATA-RATA WAKTU KERJA
NO KATEGORI
SDM
UNIT KERJA / KEGIATAN POKOK RATA-RATA
WAKTU
STANDAR
BEBAN
KERJA
POLI PENYAKIT DALAM
- Pemeriksaan pasien lama 7’ 14,194
- Pemeriksaan pasien baru 9’ 9,973
RATWAT INAP PENYAKIT DALAM
- Visite pasien lama 4’ 24,840
- Visite pasien baru 6’ 16,560
- Tindakan medik kecil 15’ 6,624
POLI BEDAH
- Pemeriksaan pasien lama
7’
14,194
- Pemeriksaan pasien baru 9’ 11,040
- Tindakan medik kecil 15’ 6,624
- Tindakan medik sedang 25’ 3,974
A.
B
Dr. Sp. PD
Dr. Sp. B
RAWAT INAP BEDAH
- Visite pasien lama 4’ 24,840
- Visite pasien baru 15’ 16,560
- Tindakan medik kecil 15’ 6,624
Kategori SDM dokter Spesial Penyakit Dalam memiliki Standar Beban kerja pertahun
sebesar pemeriksaan 9,973 pasien baru poli rawat jalan. Hal ini tidak berarti
seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam diharapkan mengerjakan sejumlah 9.973
pemeriksaan Pasien Baru Poli Rawat Jalan dalam 1 tahun. Namun Dokter Spesialis
Penyakit Dalam juga melaksanakan berbagai kegiatan lain yang menyita jam kerja
tersedia yang dimilikinya.
Standar Beban Kerja per tahun untuk SDM Dokter Spesialis Penyakit Dalam
tersebut, menunjukkan bahwa pemeriksaan pasien rawat jalan membutuhkan waktu
1/9.973 dari hari kerja tersedia selama 1 tahun.
LANGKAH KEEMPAT
PENYUSUNAN STANDAR KELONGGARAN
Penyusunan standar kelonggaran tujuannya adalah diperolehnya faktor
kelonggaran tiap kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk
menyelesaiakan suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau dipengaruhi tinggi
rendahnya kualitas atau jumlah kegiatan pokok/pelayanan.
Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan
wawancara kepada tiap kategori tentang :
1. Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada pasien,
misalnya ; rapat, penyusunan laporan kegiatan, menyusun kebutuhan obat/bahan
habis pakai.
2. Frekuensi kegiatan dalam suatu hari, minggu, bulan
3. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan
Selama pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja, sebaiknya
mulai dilakukan pencatatan tersendiri apabila ditemukan kegiatan yang tidak dapat
dikelompokkan atau sulit dihitung beban kerjanya karena tidak/kurang berkaitan dengan
pelayanan pada pasien untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber data penyusunan
faktor kelonggaran tiap kategori SDM.
Setelah faktor kelonggaran tiap kategori SDM diperoleh, langkah selanjutnya
adalah menyusun Standar Kelonggaran dengan melakukan perhitungan berdasarkan
rumus di bawah ini.
Rata-rata Waktu Per-Faktor Kelonggaran
Standar Kelonggaran =
Waktu Kerja Tersedia
Pada umumnya kategori SDM Dr. Sp. Penyakit Dalam dan Dr. Sp. Bedah
memiliki faktor kelonggaran sebagai berikut :
1. Pertemuan audit medik
2. Mengajar program pendidikan dokter
3. Mengajar program pendidikan dokter spesialis.
Apabila kategori SDM Dr. Sp. Penyakit Dalam memiliki waktu kerja tersedia 1,656
jam/tahun dan faktor kelonggaran pertemuan audit medik 1 jam/minggu maka Standar
Kelonggaran yang dimilikinya adalah sebesar 0,06 SDM. Hal ini juga dapat diartikan
bahwa kegiatan pertemuan audit medik membutuhkan/menyita 6 % waktu kerja
tersedia Dr. Sp. Penyakit Dalam. Adapun uraian perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Waktu kerja tersedia : 1,656 jam/tahun
2. Faktor kelonggaran : Pertemuan audit medik, 1 jam/minggu (1 jam x 52
Minggu = 52 jam/tahun)
3. 52 jam/tahun
Standar Kelonggaran :
1.656 jam tahun
: 0,03 SDM
Hasil perhitungan stnadar kelonggaran untuk kategori SDM Dokter Spesialis
Penyakit Dalam sebesar 0,188 dan Dokter Spesialis Bedah 0,220. Adapun besarnya
standar kelonggaran tiap faktor kelonggaran dapat dilihat pada Tabel VI.12 di bawah ini.
TABEL VI.12
KEGIATAN POKOK DAN RATA-RATA WAKTU KERJA
NO KATEGORI
SDM
FAKTOR KELONGGARAN RATARATA
WAKTU
STANDAR
BEBAN
KERJA
- Pertemuan audit medik, 1 jam/minggu 1 jam/mgg 0,031
- Mengajar : 9’ 9,973
= Program pendidikan dokter 2 jam/mgg 0,063
= Program pendidikan dokter spesialis 3 jam/mgg 0.094
J U M L A H 0,188
- Pertemuan audit medik 2 jam/mgg 0,063
- Mengajar :
= Program pendidikan dokter 2 jam/mgg 0,063
= Program pendidikan dokter spesialis 3 jam/mgg 0,094
A.
B
Dr. Sp. PD
Dr. Sp. B
J U M L A H
0,220
LANGKAH KELIMA
PERHITUNGAN KEBUTUHAN SDM PER UNIT KERJA
Perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja tujuannya adalah
diperolehnya jumlah dan jenis/kategori SDM per unit kerja sesuai beban kerja selama 1
tahun.
Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per
unit kerja meliputi :
1. Data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya yaitu :
• Waktu kerja tersedia
• Standar beban kerja dan
• Standar kelonggaran masing-masing kategori SDM
2. Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahuan.
Kuantitas Kegiatan Pokok
Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data kegiatan pelayanan
yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama kurun waktu satu tahun. Kuantitas
kegiatan pelayanan Instalasi Rawat Jalan dapat diperoleh dari laporan kegiatan RS
(SP2RS), untuk mendapatkan data kegiatan tindakan medik yang dilaksanakan di tiap
poli rawat jalan perlu dilengkapi data dari Buku Register yang tersedia disetiap poli
rawat jalan.
Pada umumnya data kegiatan rawat jalan tersedia dan mudah diperoleh, namun
apabila data hanya tersedia 7 bulan, maka data kuantitas kegiatan pokok 5 bulan
berikutnya ditetapkan berdasarkan angka rata-rata kegiatan pokok selama 7 bulan
(ekstrapolasi).
TABEL VI.13
KUANTITAS KEGIATAN POKOK INSTALASI RAWAT JALAN
NO
UNIT KERJA/
KATEGORI
POKOK
KEGIATAN POKOK
KUANTITAS
A B C D
A Poli Penyakit Dalam - Pem. pasien baru 9,100 1,300 6,500 15.600
( Dr. Sp. PD ) - Pem. pasien lama 6,067 867 4,333 10,400
B Poli Bedah - Pem. pasien baru 2,730 390 1,950 4,680
( Dr. Sp. B ) - Pem. pasien lama 1,365 195 975 2,340
- Tindakan medik kecil 1,706 244 1,219 2,925
- Tindakan medik sedang 1,024 146 731 1,755
Keterangan :
A : Jumlah kegiatan pelayanan selama 7 bulan;
B : Rata kegiatan pelayanan per bulan;
C : Jumlah pelayanan 5 bulan berikutnya (b x 5 bulan);
D : Jumlah kumulatif kegiatan pelayanan selama 1 tahun (A + C )
Untuk penyusunan kuantitas kegiatan pokok Instalasi Rawat Inap dibutuhkan
data dasar sebagai berikut :
1. Jumlah tempat tidur
2. Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 tahun
3. Rata-rata sensus harian
4. Rata-rata lama pasien di rawat (LOS)
Berdasarkan data dasar tersebut dapat dihitung kuantitas kegiatan pokok di tiap
Instalasi Rawat Inap dengan memperhatikan kebijakan operasional yang berkaitan
dengan kategori SDM dan tanggung jawabnya dalam pemeriksaan pasien, tindakan
medik rawat jalan, visite dan tindakan pada pasien rawat inap, misalnya :
1. Visite dilakukan oleh Dokter Spesialis bagi seluruh pasien atau hanya pasien baru
(hari pertama) dan pasien pulang saja.
2. Tindakan kecil (sederhana, rendah resiko) dilakukan oleh Dokter Spesialis atau
Dokter Umum dengan tambahan kompetensi dan kesenangan tertentu.
Kuantitas kegiatan pokok sebagaimana diuraikan pada Tabel VII merupakan
contoh untuk perhitungan beban kerja Instalasi Rawat Inap yang diperoleh dengan cara
ekstrapolasi.
TABEL VI.14
KUANTITAS KEGIATAN POKOK INSTALASI RAWAT INAP
KODE DATA RAWAT INAP INSTALASI RAWAT INAP
PENY. DALAM BEDAH
A Jumlah TT 150 100
B Pasien masuk rawat inap per tahun 6,388 4,260
C Rata-rata pasien perhari (sensus harian) 105 70
D Rata-rata lama hari rawat /LOS-(C x 365)/B 6 6,00
E Hari rawat per tahun – (D x B) 38,325 25,550
F Rata-rata TT terpakai (BOR) ----E / (A x 365) 70 % 70 %
G Pasien baru per tahun ---- (B) 6,388 4,260
H Pasien lama per tahun ----- (E – B) 31,937 21,290
Hasil perhitungan pada Tabel VI.13 dan Tabel VI.14 tersebut, selanjutnya
dilakukan penggabungan dengan kuantitas kegiatan sebagaimana dapat di lihat pada
Tabel VI.15 dibawah ini.
TABEL VI.15
KUANTITAS KEGIATAN POKOK
INSTALASI RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP
NO UNIT KERJA / KATEGORI SDM KEGIATAN POKOK KUANTITAS
KEGIATAN
INSTALASI RAWAT JALAN
A Poli Penyakit Dalam - Pemeriksaan pasien baru 15,600
( Dr. Sp. PD ) - Pemeriksaan pasien lama 10,400
B Poli Bedah - Pemeriksaan pasien baru 4,680
( Dr. Sp. B ) - Pemeriksaan pasien lama 2,340
- Tindakan medik kecil 2,925
- Tindakan medik sedang 1,755
INSTALASI RAWAT INAP
A Rawat Inap Penyakit Dalam - Visite pasien baru 6,388
( Dr. Sp. PD ) - Visite pasien lama 31,937
- Tindakan medik kecil 900
B Rawat Inap Bedah - Visite pasien baru 4,260
( Dr. Sp. B ) - Visite pasien lama 21,290
- Tindakan medik kecil 2,129
KEBUTUHAN SDM
Data kegiatan Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap yang telah diperoleh (Tabel
VIII) dan Standar Beban Kerja (Tabel IV) dan Standar Kelonggaran (Tabel V)
merupakan sumber data untuk perhitungan kebutuhan SDM di setiap instalasi dan unit
kerja dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kuantitas Kegiatan Pokok
Kebutuhan SDM = + Standar
Kelonggaran Standar Beban Kerja
Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, kebutuhan SDM untuk tiap kegiatan
pokok terlebih dahulu di jumlahkan sebelum di tambahkan dengan Standar Kelonggaran
masing-masing kategori SDM. Hasil perhitungan kebutuhan SDM dapat di lihat pada
Tabel VI.16
Kebutuhan SDM Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Dokter Spesialis Bedah untuk
pelayanan di Instalasi Rawat Inap dan Rawat Jalan adalah sebagai berikut :
1. Dokter Spesialis Penyakit Dalam :
• Kebutuhan SDM Rawat Jalan = 2,14 (1,10 + 1,04)
• Kebutuhan SDM Rawat Inap = 2,33 (0,26 + 1,93 + 0,14)
• Standar Kelonggaran = 0,19
JUMLAH = 4,66 SDM
2. Dokter Spesialis Penyakit Bedah
• Kebutuhan SDM Rawat Jalan = 2,14 (0,33 + 0,21 + 0,44 + 0,44
• Kebutuhan SDM Rawat Inap = 1,78 (0,17 + 1,29 + 0,32)
• Standar Kelonggaran = 0,22
JUMLAH = 4,14 SDM
Hasil perhitungan tersebut diperoleh kebutuhan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
adalah 4,66 atau dibulatkan menjadi 5 orang dan Dokter Spesialis Bedah 4,14 atau 4
orang.
TABEL VI.16
KEBUTUHAN SDM DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM
DAN DOKTER SPESIALIS BEDAH
KATEGORI SDM/
NO UNIT KERJA KEGIATAN POKOK KG SBK KT
DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM
A Poli Penyakit Dalam - Pemeriksaan pasien lama 15,600 14,194 1,10
- Pemeriksaan pasien baru 10,400 9,973 1,04
B Rawat Inap Penyakit - Visite pasien baru 6,388 24,840 0,26
Dalam - Visite pasien lama 31,937 16,560 1,93
- Tindakan medik kecil 900 6,624 0,14
DOKTER SPESIALIS BEDAH
A Poli Bedah - Pemeriksaan pasien lama 4,680 14,194 O,33
- Pemeriksaan pasien baru 2,340 11,040 0,21
- Tindakan medik kecil 2,925 6,624 0,44
- Tindakan medik sedang 1,755 3,974 0,44
B Ranap Inap Bedah - Visite pasien baru 4,260 24,840 0,17
- Visite pasien lama 21,290 16,560 1,29
- Tindakan medik kecil 2,129 6,624 0,32
KETERANGAN :
- KG = Kualitas Kegiatan selama 1 tahun
- SBK = Standar Beban Kerja
- KT = Kebutuhan SDM ( KG / SB )
VI.2 PERENCANAAN KEBUTUHAN SDM KESEHATAN PADA TINGKAT
WILAYAH ( PROPINSI/ KABUPATEN/KOTA)
Perencanaan disini dimaksudkan untuk menghitung kebutuhan SDM kesehatan
berdasarkan kebutuhan wilayah (Propinsi / Kabupaten/Kota) jangka menengah (5 – 10)
tahun, dan jangka panjang ( 10 – 20 ) tahun .
Yang akan dipakai disini adalah model perencanaan dengan menggunakan
metode skenario / proyeksi dari WHO. Model ini merupakan penyederhanaan dari
model yang telah dirancang oleh WHO menggunakan similasi komputer. Metode ini bisa
dilakukan dengan membuat proyeksi ke depan mengenai sarana pelayanan kesehatan
(Rumah Sakit dan Puskesmas) atau bisa juga dengan menggunakan proyeksi program
pembangunan kesehatan.
Dengan pendekatan ini, kita diminta untuk membuat beberapa alternatif/
skenario kemungkinan tentang sistem pelayanan kesehatan dimasa depan yang
mungkin terjadi. Dengan membuat berbagai gambaran keadaan masa depan di bidang
kesehatan yang mungkin terjadi, kita akan bisa mengetahui kebutuhan SDM kesehatan
untuk masing-masing skenario tersebut. Dengan memakai perencanaan skenario,
kita akan dapat menunjukkan konsekuensi yang terjadi apabila kita memilih suatu
kebijakan atau tindakan. Dengan memahami berbagai skenario yang mungkin terjadi
dimasa depan, kita akan dapat membuat proyeksi kebutuhan SDM dimasa yang akan
datang.
Agar tercipta perencanaan skenario yang baik, kita harus mempunyai data
yang baik tentang keadaan sekarang dan menyusun skenario dengan memakai asumsi
yang realistis dan masuk akal. Semakin lengkap data yang diperlukan tersedia semakin
tinggi akurasinya dalam menggambarkan keadaan di masa datang. Dengan bantuan
model simulasi komputer ini, proyeksi yang perlu disusun terlebih dahulu adalah untuk
penyediaan / produksi SDM. Kemudian dengan memanfaatkan skenario sistem
pelayanan kesehatan yang telah lebih dahulu tersusun, proyeksi kebutuhan SDM
kemudian dikembangkan.
Dalam model proyeksi kebutuhan SDM ini, data dasar yang diperlukan adalah :
1. Data SDM kesehatan yang ada dan secara aktif bekerja di sektor kesehatan
(pemerintah dan swasta).
2. Data keadaan penduduk serta proyeksi pertumbuhan penduduk,
3. Perkiraan pola penyakit serta pola pelayanan kesehatan,
4. Kebijakan, perencanaan dan arah pembangunan sektor kesehatan,
5. Jumlah, jenis dan distribusi sarana kesehatan,
6. Norma atau standar keSDMan dan produktivitas kerjanya,
7. Asumsi tentang interaksi antara sektor pemerintah dan swasta, dalam arti dampak
dari perubahan di sektor pemerintah terhadap sektor swasta dan atau
kebalikannya.
Model ini mengasumsikan bahwa semua jenis SDM kesehatan bekerja di 5 (lima)
jenis sarana kesehatan, yaitu : (a) Rumah Sakit dan klinik pemerintah, (b) Sarana
pelayanan rawat jalan ( tanpa tempat rawat inap ), (c) Institusi pendidikan, (d) Kantor
kesehatan (non-klinis) seperti Dinas Kesehatan, Depkes, dan lain-lain, dan (e) sektor
swasta, yang meliputi praktek swasta mandiri dan dokter SDM kesehatan swasta yang
bekerja atau sebagai pegawai di sarana pelayanan kesehatan swasta.
Dalam model ini, penyediaan SDM kesehatan dimasa mendatang ditentukan oleh
; (a) SDM kesehatan yang saat ini aktif bekerja sebagai SDM kesehatan, (b) ditambah
jumlah SDM kesehatan yang baru lulus setiap tahunnya, ditambah dengan (c) SDM
kesehatan yang masuk dari luar daerah / luar negeri, dikurangi (d) SDM yang pensiun,
yang tidak bekerja sebagai SDM kesehatan, pindah ke daerah lain / luar negeri, yang
pensiun dan meninggal.
Model ini dibuat dengan menggunakan simulasi komputer dalam bentuk sphread
sheet ( excel ) . Untuk bisa mendapatkan hasil, harus dimasukkan data-data pada
kolom yang berwarna kuning . Dalam sphread sheet terdapat 3 file yakni :
File 1 ( supplai ) menggambarkan kondisi SDM, demografi, saat ini dan
kecenderungan pengadaannya.
File 2 ( sarana ), perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan lokasi / sarana
File 3 ( program ), perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan programprogram
kesehatan.
Pada ketiga file ini terdapat beberapa sheet, masing-masing sheet terdapat beberapa
kolom yang berwarna kuning yang harus diisi data.
Bila data pada kolom berwarna kuning terisi semuanya akan dapat diketahui
hasilnya. Masing-masing sheet ini saling berkaitan dan mempunyai rumus-rumus
perhitungan.
Adapun langkah-langkahnya adalah :
I. Buka file Suplai
File Suplai terdiri dari 9 sheet
1. klik Core, akan diketahui waktu penyusunan dan lama proyeksi
2. klik Demo, akan diketahui proyeksi penduduk pada tahun sasaran/ target
3. klik supply, akan diketahui rasio populasi per nakes
4. klik Train xx, akan diketahui penyediaan nakes pada tahun awal dan tahun
proyeksi/ sasaran
5. klik stock, akan diketahui perkiraan penyediaan SDM pada tahun awal, tahun
sasaran berdasarkan rasio per populasi
6. klik Enrol xx, jika terdapat institusi pendidikan di propinsi/kab/kota, akan
diketahui total jumlah siswa, gudosin yg diperlukan dan lulusan baru
7. klik compare, akan diketahui kesesuaian kebutuhan dan penyediaan beberapa
jenis nakes pada tahun sasaran berdasarkan program dan sarana.
8. klik Cend xx , akan diketahui proyeksi penyediaan pada tahun sasaran
9. klik grafik, akan diketahui gambaran grafik penyesuaian penyediaan dan
kebutuhan nakes
II. Buka file Sarana
File sarana terdiri dari 7 sprhead sheet
1. klik Hosploc, akan diketahui kebutuhan RS dengan pendekatan lokasi di Prop /
Kab / kota.
2. klik Hostafloc, akan diketahui total SDM RS di Prop / Kab / kota.
3. klik Ambuloc, akan diketahui kebutuhan fasilitas yankesmas / ambulatory
berdasarkan lokasi
4. klik ambustafloc, akan diketahui total SDM pada tahun sasaran pada fasilitas
yankesmas.
5. klik other loc, akan diketahui kebutuhan nakes di unit administrasi
6. klik reqloc, akan diketahui ringkasan kebutuhan nakes berdasarkan lokasi/
`fasilitas kesehatan
7. klik comploc, akan diketahui perbandingan penyediaan dan kebutuhan nakes
berdasarkan lokasi / fasilitas yankes.
III. Buka file Program
File program ini terdiri dari beberapa program dan total kebutuhan program di Dinas
Kesehatan Prop / kab / kota.
1. klik jam kerja, akan diketahui jumlah hari kerja dalam setahun, rata-rata jam
kerja perhari, jumlah jam kerja setahun
2. klik masing-masing program, misal PMT-AS, akan diketahui kebutuhan nakes
pada program PMT-AS. Dan demikian juga seterusnya pada masing-masing
sheet.
3. klik Total program dinkes, akan diketahui total kebutuhan SDM di dinas
berdasarkan program-program yang akan dilaksanakan di dinkes tersebut.
Print-out file-file ini ada dalam lampiran.
Lampiran 1: Prin-out file supplai
Lampiran 2 : Print-out file sarana
Lampiran 3 : print-out file Program
Pada print-out , data yang harus diisi terdapat pada kolom yang berwarna lebih gelap.
VI.3. Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan untuk Bencana
Bencana biasanya terjadi secara tidak terduga dan dapat mengakibatkan
jatuhnya korban dalam jumlah besar, diikuti dengan rusaknya infra struktur. Pada
banyak kejadian bencana diikuti dengan terjadinya pengungsian penduduk.
Pada kejadian bencana diperlukan adanya tindakan pelayanan kesehatan secara
cepat dan tepat untuk mengurangi jumlah korban.
Oleh karena itu kebutuhan SDM untuk penanggulangan masalah kesehatan di
daerah bencana memperhatikan hal-hal :
1. Waktu untuk bereaksi yang singkat untuk memberikan pertolongan
2. Kecepatan dan ketepatan dalam bertindak untuk mengupayakan pertolongan
terhadap korban bencana, sehingga jumlah korban dapat diminimalkan.
3. Kondisi penduduk di daerah bencana ( geografi, populasi, ekonomi, sosbud dan
sebagainya )
4. Ketersediaan fasilitas kesehatan
5. Kemampuan sumber daya setempat.
Metode Penyusunan Kebutuhan SDM
1. Upaya pelayanan kesehatan di daerah bencana pada fase tanggap darurat agak
berbeda dengan standar pelayanan kesehatan yang ada pada daerah normal, yakni
1 dokter untuk 2.000 pengungsi dan 2 perawat untuk 1.000 pengungsi.
Disamping upaya pelayanan kesehatan diperlukan pula ketersediaan SDM manajerial
yang memahami upaya penanggulangan masalah kesehatan.
Adapun jumlah kebutuhan SDM adalah :
Tingkat Propinsi :
Tingkat pendidikan jenjang Strata 2 sebanyak 4 orang , dengan rincian 2 orang
memahami bidang management dan 2 orang bidang medis.
Tingkat Kab / Kota :
Tingkat pendidikan jenjang Strata 1 sebanyak 2 orang dengan rincian 1 orang
bidang management dan 1 orang bidang medis.
2. Membentuk Brigade Siaga Bencana Besar di tiap Propinsi yang anggotanya terdiri
dari berbagai multi disiplin ilmu.
3. Kebutuhan SDM pada kondisi pasca bencana, idealnya memang memiliki suatu
standar yang dapat digunakan untuk mengetahui secara tepat jumlah kebutuhan
SDM kesehatan, namun karena belum berjalannya sistim kesiapsiagaan
penanggulangan bencana maka untuk menghitung, mengacu pada kondisi normal (
1 : 20.000 ) dan memperhitungkan kebutuhan pelayanan darurat di daerah
bencana.
Adapun klasifikasi kebutuhan SDM kesehatan pada kondisi pasca bencana terdiri
dari ( bertugas selama 24 jam dalam 3 shift ) :
Dokter 4 orang Asisten Apoteker 1 orang
Kesling 8 orang Teknisi Lab 1 orang
Bidan 8 – 16 orang Ahli gizi 2 orang
Para medis 8 – 16 orang Pembantu Umum 5 – 10 orang
RENCANA KEBUTUHAN SDM
KEKUATAN
KELEMAHAN
Terbentuknya sistim informasi mengenai
kekuatan sumber daya yang mendukung
mempercepat upaya penanggulangan
masalah kesehatan secara cepat, tepat
sehingga meminimalkan jumlah korban.
1. Evaluasi terhadap sosialisasi hasil
pelatihan management penanggulangan
bencana di Propinsi, Kabupaten / Kota
belum pernah dilakukan, sehingga tidak
dapat diketahui seberapa jauh
implementasi yang telah dilakukan untuk
penanggulangan masalah kesehatan
akibat bencana.
2. Rencana kontijensi yang masih lemah
dan berorientasi pada anggaran.
3. Belum adanya sistem informasi mengenai
kekuatan sumber daya di setiap Propinsi,
Kabupaten / Kota, sehingga menyulitkan
dalam perhitungan kebutuhan SDM di
daerah bencana.
BAB VII
TINDAK LANJUT
Tindak Lanjut Setelah Penyusunan Rencana
Setelah dokumen perencanaan tersusun tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah:
􀁺 Pimpinan di daerah memberi arah dan petunjuk dalam melakukan :
􀁹 pengadaan SDM ( rekruitmen dan seleksi )
􀁹 pendayagunaan SDM ( merencanakan distribusinya, kelanjutan kariernya, serta
kesejahteraannya )
􀁹 Pembinaan dan pengawasan SDM
Bagi SDM yang diketahui kurang kompeten dilakukan pelatihan baik kemampuan
manajerial maupun keterampilannya.
Pengawasan dilakukan bersama-sama / melibatkan sektor lain termasuk
Organisasi Profesi dan swasta
􀁺 Untuk memperbaiki kualitas perencanaan di daerah, pimpinan di daerah perlu
meningkatkan kemampuan perencanaan SDM kesehatan di daerah , seperti :
• dalam menetapkan sasaran harus jelas dan terukur sehingga dapat
dilaksanakan
• melakukan upaya pembinaan perencanaan dengan pelatihan maupun bantuan
teknis
• melakukan pengembangkan perencanaan termasuk metodenya
• mengalokasikan sumber daya pendukung seperti alokasi dana dan sarana yang
memadai
BAB VIII
P E N U T U P
Sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah
daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintahan dan kewenangan propinsi, maka buku pedoman tentang Perencanaan
SDM Kesehatan ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai panduan yang merupakan
satu dari sekian banyak panduan dalam pengelolaan SDM Kesehatan.
Sejalan dengan prinsip penyelenggaraan SDM Kesehatan pada Sistem Kesehatan
Nasional yang saat ini sedang dirancang, maka perencanaan sumber daya manusia
kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan, baik kebutuhan
lokal, Nasional maupun global. Atas dasar ini maka Pembangunan Jangka Panjang
Kesehatan Daerah adalah acuan utama dalam menyusun kebutuhan SDM Kesehatan.
Kerja sama lintas program dengan pengelola program kesehatan dan kerja sama lintas
sektor termasuk organisasi profesi, penyelenggara pelayanan, dan pengelola sarana
merupakan mitra kerja yang perlu dibina sejak dari proses penyusunan proposal.
Sudah barang tentu buku pedoman ini masih banyak kekurangannya, namun demikian
diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan perencanaan SDM
Kesehatan bagi pengelola SDM Kesehatan di setiap level pemerintahan.
MENTERI KESEHATAN
DR. ACHMAD SUJUDI
DAFTAR PUSTAKA
1. A Paradigm for Help : A Framework for New Public Health Action. Geneva, WHO,
1991 ( Document EB 89/11 )
2. Armstrong M. : a handbook of Personnel Management Practice.London, Kogan
Page Limited, 1996.
3. Departemen Kesehatan RI, Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi dan Kebijakan
serta Strategi Pembangunan Kesehatan, Jakarta, 1999.
4. Departemen Kesehatan, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia
Sehat 2010, Jakarta, 1999.
5. Duncan,Ginter and Swyne : Strategic management of health care organization.2
th ed.PH-USA, 1997
6. Fitz Jac-Enz : The 8 practices of exceptional Companies ; How Great
Organizations Make the most of their human assets.Amacom.Newyork-USA,1977.
7. GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA TAHUN 1999 – 2004
8. Global Health Situation : Analysis and Projection 1950 – 2025; A Health Future
Trend, Assessment in support on Health for All. Division of HST, WHO, Geneva,
1998 ( Document WHO/HST/98,3).
9. Green Andrew : An introduction to Health Planning in Developing
Countries.Oxford Med.Pub.UK , 1992
10. Hall T, Human resources for Health : a tool kit for planning, training and
management, WHO, Geneva, 1995.
11. Hall T and Mejia. A, : Health Manpower Planning : Principles, Methods, Issues,
Geneva, WHO, 1978
12. Hapsara H.R Dr. DPH, Prinsip-prinsip Penyusunan Rencana Kebijakan dan
Program Pembangunan Kesehatan, Jakarta 17 Januari 2000
13. Hapsara, Habib Rahmat, Dr.DPH, Pemikiran Dasar Pembangunan Kesehatan,
Filsafat dan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Sebagai Landasan Reformasi
Bidang Kesehatan Menjelang dan Pada Abad Ke-21, Pidato Penerimaan :
Penganugerahan Gelar Doctror Honoris Causa Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat
dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 28 Agustus 1999.
14. Health Man Power Requirements for the Achievement of Health for Allby the
Year 2000 Through Primary Health Care. WHO Technical Report No. 717 Geneva,
World Health Organization, 1985.
15. Hornby P et al, Guidelines for Health Manpower Planning: A Course Book,
Geneva, WHO, 1980.
16. Hunger David and Wheelen L.Thomas : Strategic Management 5 th ed. Addison
WP.USA, 1996
17. Kotler Philip and Clarke N.Roberta : Marketing for Health Care Organization.
Prentice Hall,New Jersey, 1987.
18. Kohles K.Mary et.al : Transformational Leadership.AHA-USA,1995.
19. Katzenbach R.John & Smith K.Douglas : The Wisdom of Teams. Creating the
high- performance organizations.FMB-New York,1994.
20. Kepmenkes no. 1457 / menkes / SK / X / 2003 tentang SPM bidang kesehatan di
kab / kota
21. Keputusan MENKES No. 004 /Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijakan dan Strategi
Desentralisasi Bidang Kesehatan.
22. Keputusan MENKES No. 1277/MENKES/SK/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan ;
23. Keputusan Menkes No. 850/MENKES/SK/V/2000 tentang Kebijakan
Pengembangan Tenaga Kesehatan tahun 2000 – 2010 ;
24. Keputusan Menkes No. 979/MENKES/SK/IX/2001 tentang Protap Pelayanan
Kesehatan Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi ;
25. Keputusan Menkes No. 1357/MENKES/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal
Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan
Pengungsi;
26. Kepmenkes 558 Menkes / SK /VII/2002 tentang Pola karier PNS dijajaran
kesehatan. Jakarta, 2002.
27. Kepmenkes 976 / Menkes / SK / VIII / 1999 tentang DSP Puskesmas
28. Kepmenkes 1202 / Menkes / SK / VIII / 2003 tentang Indikator Indonesia Sehat
2010 dan pedoman penetapan indikator provinsi sehat dan kabupaten / kota
sehat.
29. Leeboy W.and.Cleva J.E : The Health Care Manageris Guide to Continous Quality
improvement.AHA-USA, 1991
30. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004
31. Mintzberg, Henry, The Rise and Fall of Strategic Planning, Reconceiving Roles for
Planning Plan, Planners, New York, The Free Press, 1994.
32. Naisbitt John and Patricia A : Ten New directions for the 1990’s Megatrend
2000.1 st ed. Megatrend ltd,1990.
33. Osborne David & Gaebler Ted. Reinventing Government.How the enterpreneurial
spirit is transformating the public sector.USA,1992.
34. Peraturan Pemerintah N0. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaharan Negara Tahun 1996 No. 49, tambahan Lembaran Negara No.
3637) ;
35. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom (Lembaran Negara Tahun 2000
No.54, Tambahan Lembaran Negara No. 3952) ;
36. Peraturan Pemerintah No.8 tahun 2003 tentang Organisasi Perangkat Daerah
37. Peraturan Pemerintah No.9 tahun 2003 tentang Pedoman Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian PNS
38. Rancangan Rencana Lima Tahun Reformasi Pembangunan Kesehatan 2000/2001
– 2004/2005 Departemen Kesehatan, 1998.
39. Ship, Peter J, Health Personnel Projections : The Methods and Their Uses, Report
of a WHO project; Studies on Country Experiences, WHO, Switzerland, 1989.
40. Ship, Peter J, Workload Indicator of Staffing Need (WISN) : A Manual For
Implementation, WHO, Switzerland, 1998.
41. Stace Doug & Dunphy Dexter : Beyond the Boundaries.Leading and Re-creating
the .successful enterprise.Mc.Grawhill co.Sydney,1994.
42. Stone.J.Raymond : Human Resource Management, 2 th ed.Jacaranda Wiley
ltd.Sydney, 1995.
43. Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1999 No. 60, Tambahan Lembaran Negara No.3839) ;
44. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 1992 No. 100, Tambahan Lembaran Negara No. 3495) ;
45. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta,
1999.
46. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangann Keuangan antara
Pusat dan Daerah, Jakarta, 1999.
47. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
48. WHO, Coordinated Health and Human Resources Development, Geneva
Technical report Series 801, 1990.
49. WHO, Health Man Power Projection : The Indonesian Experience, WHO Statistic
Quarterly Vol. 37, No. 3. Geneva, 1984
50. World Health Organization, Evaluation of the Implementation of the Global
Strategy for Health For All by 2000, 1997 – 1996, A Selective Review of Progress
and Constraints, WHO Geneva, 1998.
51. Departemen Kesehatan RI, Sistem Kesehatan Nasional, Rancangan 20 Nopember
2003, Jakarta 20 Nopember 2003.